MEDAN, Waspada.co.id – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) pastikan nama mantan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi tidak pernah tersebut dalam kasus dugaan korupsi Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 di Dinas Kesehatan Sumut tahun 2020.
Hal itu dikatakan langsung oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut Yos A Tarigan saat dikonfirmasi Waspada Online, Rabu (20/3).
Dikatakan Yos, bahwa sampai saat ini baik itu saksi maupun tersangka berinisial AMH salaku Kadis Kesehatan Sumut dan pihak swasta berinisial RMN belum ada menyebutkan nama Edy Rahmayadi.
“Sejauh ini tidak ada tersangka atau saksi yang menyebutkan terkait nama (Edy Rahmayadi) tersebut,” ungkap Yos.
Mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang itu juga mengungkapkan bahwa sampai saat ini tersangka belum juga mau berterus terang kemana aliran dana dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp24 miliar ini.
“Kita lihat perkembangan BAP dan hasil koordinasi dengan PPATK. Kedua hal ini yang akan membuat terungkap. Tentunya peluang bertambah kemungkinan ada,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kejati Sumut melakukan penahanan terhadap kedua tersangka yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara Penyelewengan dan Mark-Up Program Pengadaan Penyediaan Sarana, Prasarana Bahan dan Peralatan Pendukung Covid-19 berupa Alat Pelindung Diri (APD) di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2020.
Dalam rangka efektivitas proses penyidikan, serta berdasarkan pertimbangan obyektif dan subyektif sebagaimana diatur dalam Pasal 21 KUHAP, terhadap kedua tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan.
Adapun kronologi perkaranya adalah pada tahun 2020, telah diadakan pengadaan APD (Alat Pelindung Diri) dengan nilai kontrak sebesar Rp39.978.000.000 (Tiga Puluh Sembilan Milyar Sembilan Ratus Tujuh Puluh Delapan Juta Rupiah), salah satu rangkaian dalam proses pengadaan tersebut adalah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang mana dalam penyusunan RAB yang ditandatangani oleh tersangka dr. AMH diduga tidak disusun sesuai dengan ketentuan, sehingga nilai dalam RAB tersebut terjadi pemahalan harga/mark up yang cukup signifikan.
Kemudian, dalam pelaksanaannya RAB tersebut diduga diberikan kepada tersangka RMN (selaku pihak swasta/rekanan), sehingga RMN membuat penawaran harga yang tidak jauh berbeda dari RAB tersebut.
Disamping itu, dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga selain terjadi mark up, juga ada indikasi fiktif, tidak sesuai spesifikasi serta tidak memiliki izin edar atau rekomendasi dari BNPB, dan tidak dilaksanakannya ketentuan Perka LKPP Nomor 3 Tahun 2020 poin 5.
Adapun jenis pengadaan yang dilakukan berupa baju APD, helm, sepatu boot, masker bedah, hand screen, dan masker N95. Akibat perbuatan tersebut berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh tim audit forensik bersertifikat telah terjadi kerugian negara sebesar Rp24.007.295.676,80.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (wol/ryp/d1)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post