JAKARTA, Waspada.co.id – Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melalui Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Budiono Subambang mengungkapkan sebanyak 5,8 juta balita Indonesia bermasalah gizi.
“Beberapa catatan, ini ada 36,10 persen atau 5.839.101 yang balita bermasalah gizi dan kemudian 3,6 persen atau 220.275 balita bermasalah yang harus diintervensi gitu,” ujar Budiono dalam dialog Deputy Meet the Press, di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (1/7).
Pada kesempatan itu, Budiono mengatakan angka tersebut merupakan hasil dari pengukuran dan intervensi serentak di 300 lebih Posyandu hingga 1 Juli 2024 ini.
“Jadi saat ini Pemerintah sudah menyelesaikan sampai dengan apa namanya bulan Juni ini, sudah 1 Juli, jadi pengukuran serentak dilakukan di seluruh wilayah Indonesia ada di 300 ribu Posyandu,” katanya.
“Hingga pagi ini pukul 09.00 WIB itu ada sudah mencapai 95,15 persen ya ini hasil kerja kolaborasi semua pemikiran lembaga sebagaimana yang sudah tertuang di dalam Perpres 72 Tahun 2021 tim percepatan penurunan stunting dan itu ada 19 Kementerian Lembaga yang ikut terlibat di dalamnya,” tuturnya.
Sementara itu, prevalensi stunting di Indonesia berkurang sebesar 15,7 persen dalam 10 tahun terakhir yakni rata-rata penurunan berkisar antara 1,57 persen per tahun. Tercatat di 2023, prevalensi stunting 21,5 persen.
Sehingga, Budiono menegaskan perlu strategi percepatan dan fokus pada upaya pencegahan melalui pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting
“Ini alhamdulillah dan biasa kalau penimbangan dan pengukuran kan dilakukan setiap bulan itu paling-paling capaiannya delapan juta ya. Nah ini berkat kolaborasi yang di PIC-nya tetap Kementerian Kesehatan tapi dikerjakan dengan kolaborasi apa namanya tim percepatan penurunan stunting,” ujar Budiono.
Lebih lanjut, Budiono mengatakan pemerintah saat ini melakukan intervensi dengan memperbanyak alat penimbangan dan pengukuran badan menggunakan antropometri.
“Kemudian ada lagi karena kita ini kan pengen melakukan pengukuran baik itu penimbangan dan pengukuran tinggi badan serta intervensi yang diperlukan itu kan pengen sempurna ya, semua negara lah melakukan dengan sempurna termasuk Indonesia, itu ya tentu harus menggunakan antropometri termasuk ini ya mengukur baik berat maupun tinggi,” tuturnya. (wol/okezone/ryp/d2)
Discussion about this post