Oleh:
Prof. Dr. Zainal Arifin, MA
Waspada.co.id – Pada tanggal 23 September 2024, Kota Medan telah membuat langkah signifikan dalam dunia pendidikan dengan memberikan beasiswa kepada mahasiswa asal Medan yang akan melanjutkan studi di Timur Tengah. Kerja sama antara Pemerintah Kota Medan dan di antaranya dengan Organisasi Internasional Alumni al-Azhar Indonesia (OIAAI) Sumatera Utara menjadi tonggak sejarah baru dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi generasi muda.
Mahasiswa berprestasi asal Medan kini memiliki kesempatan emas untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi ternama di Timur Tengah. Berkat inisiatif Pemerintah Kota Medan yang bekerja sama dengan organisasi keagamaan, program beasiswa ini membuka pintu bagi generasi muda untuk mengembangkan potensi diri dan meraih prestasi di kancah internasional. Dengan bekal ilmu pengetahuan yang mumpuni, diharapkan para penerima beasiswa dapat menjadi pemimpin masa depan yang menginspirasi.
Beasiswa untuk mahasiswa di Timur Tengah bukan pertama kali di Sumut. Di beberapa daerah seperti di Labuhan Batu Utara, Batubara, Langkat beasiswa itu pernah diberikan. Bahkan Edy Rahmayadi, Gubernur Sumut, pernah memberikan bantuan kepada 100 mahasiswa baru yang berangkat ke Mesir masing-masing satu juta rupiah. Namun beasiswa Walikota kali ini untuk 13 orang mahasiswa @ tiga puluh juta dengan total Rp. 390.000.000 suatu hal yang patut diacungi jempol.
Cerita bea siswa, penulis memiliki tiga catatan penting. Pertama, Beasiswa sebagai Hak: Mahasiswa berhak mendapatkan beasiswa, terutama yang tengah menuntut ilmu agama. Kriteria penerima beasiswa tidak hanya terbatas pada mereka yang berasal dari keluarga miskin, tetapi juga mereka yang memiliki prestasi akademik yang baik.
Mahasiswa berhak menerima zakat apalagi infak dan sedekah, karena mereka masuk dalam kategori di jalan Allah atau fi sabilillah. Sehingga tidak harus miskin apalagi fakir baru seorang mahasiswa mendapatkan beasiswa, sebagaimana beberapa kampus dan kebijakan pemerintah yang mengharuskan foto rumah yang reot agar mendapatkan beasiswa.
Kedua, Prioritas pada Prestasi: Beasiswa prestasi seharusnya lebih diutamakan karena dapat mendorong mahasiswa untuk terus berprestasi dan berkontribusi bagi masyarakat. Artinya, beasiswa diberikan karena prestasi, sebagaimana Ikatan Cendikiawan Muslim Indoensia (ICMI) menyebarkan beasiswa kepada 3000 mahasiswa Indonesia di Kairo, tiap orang seratus dolar perbulan. Asal berprestasi dapat beasiswa, walaupun sudah dapat dari universitas al-Azhar. Beasiswa prestasi ini seharusnya lebih dominan daripada besiswa miskin. Karena ICMI, al-Azhar menginginkan mahasiwa yang siap berkompetisi di dunia luas. Dia berhasil bukan karena kemiskinan, tapi karena usaha maksimal dan rida Allah.
Ketiga, Peran Baznas: Lembaga zakat seperti Baznas memiliki peran penting dalam memberikan beasiswa. Dana zakat dapat dialokasikan lebih besar untuk pendidikan, mengingat manfaat jangka panjang yang akan diperoleh dari investasi di bidang pendidikan. Ketika penulis ketemu dengan pengelola zakat Malaysia, dia berkata: “50% lebih dana zakat untuk beasiswa, agar putra-putri Islam di Malaysia dapat ilmu dan dapat harta.” Imam Ghazali dalam bukunya juga memperioritaskan harta yang diberi untuk mahasiswa. Karena dengan ilmunya dia dapat menjadi mapan dan dapat berbagi, sementara harta bagi orang miskin habis dimakan dan tidak dapat mensejaherakan dirinya. Investasi masa depan adalah kepala ke atas, atau dunia pendidikan. Sudah sewajarnya, jika baznas Sumut hadir 50% lebih untuk beasiswa putra putri Sumut.
Kesimpulan
Beasiswa Timur Tengah yang diberikan oleh Pemerintah Kota Medan merupakan bukti nyata komitmen pemerintah dalam mendukung pengembangan pendidikan di Sumatera Utara. Kerja sama ini diharapkan dapat menginspirasi daerah lain untuk turut serta dalam memberikan kesempatan yang sama bagi generasi muda untuk meraih cita-citanya. Terima kasih untuk semua.
*Penulis merupakan Ketua Umum OIAA I Sumut
Discussion about this post