JAKARTA, Waspada.co.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dicecar oleh sejumlah saksi dari pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md terkait penggunaan Sirekap.
Hal ini terjadi saat rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 untuk tingkat nasional di Kantor KPU RI, Jakarta, Rabu (28/2).
Franditya Utomo yang merupakan perwakilan dari saksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengatakan, adanya kegagalan dalam memaknai Sirekap sebagai alat bantu dalam rekapitulasi suara Pemilu 2024.
“Apabila kita bandingkan dengan penggunaan Situng pada tahun 2019, ini kan sangat berbeda. Situng sebagai alat bantu memang betul, memang begitu adanya. Karena perlakuan KPU terhadap Situng ketika Situng bermasalah itu kembali ke manual ya kan,” kata Franditya di lokasi, Rabu (28/2).
“Sementara pada saat ini Pemilu 2024, ketika Sirekap bermasalah perlakuannya berbeda lain. Seolah-olah mencocokan itu ketika ada data anomali dan sebagainya, seolah-olah harus diperbaiki, padahal kan statusnya sebagai alat bantu. Kalau begini caranya, sementara tidak ada dasar hukum untuk bisa menjelaskan proses ini, sinkronisasi atau apapun namanya koreksi dan sebagainya yang itu tidak dalam tahapan rekapitulasi, kita bingung,” sambungnya.
Bawaslu Ingatkan KPU Soal Sirekap
Menurutnya, apabila Sirekap sebagai alat bantu, seharusnya sama diberlakukannya sebagai alat bantu seperti Situng. Apalagi, Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) sudah mengingatkan sebanyak tiga kali perihal tersebut.
“Bawaslu sudah mengingatkan, ini alat bantu loh, tiga kali dan masih dipakai. Saya pikir sudah layak direkomendasikan, tidak hanya saran perbaikan. Bawaslu sudah betul mengingatkan ini alat bantu sampai tiga kali. Saya pikir surat keempat seterusnya saya pikir sudah layak untuk penindakan, kenapa? Ya kita berada pada jalur yang enggak jelas, track apa sebenarnya yang kita lalui ini,” ungkapnya.
“Mau dibawa kemana suara yang dititipkan oleh rakyat kepada wakilnya, itu mau dibawa kemana, mau diperlakukan seperti apa? Karena tata cara itu adalah nilai, tidak bisa dalam gelap-gelapan begini, mohon maaf ketua,” kata saksi dari kubu Ganjar.
Sinkronisasi Sirekap Dipertanyakan
Dia mempertanyakan, apabila memang ada kesalahan pada Sirekap, kenapa harus disinkronisasi dan sebagainya. Apalagi ada bentuk secara fisik hasil penghitungan suara atau yang manual yang bisa dijadikan acuan.
“Kenapa kok harus ada sinkronisasi, koreksi dan sebagainya yang beresiko gitu loh, beresiko karena Bawaslu sudah menegur tiga kali kok, kan beresiko, ngapain. Artinya ini kalau kita sepakat tata cara prosedur adalah nilai, lah kok kita terjebak pada Sirekap yang kita enggak tahu barang apa ini,” ucapnya.
Perwakilan dari saksi paslon capres-cawapres nomor urut 1 Anies-Muhaimin, Mirza Zulkarnain pun turut memberikan komentar soal Sirekap. Ia meminta adanya transparansi Sirekap, apalagi pihaknya telah berkirim surat kepada KPU.
“Makanya kita sebagai dari paslon 01 sudah mengingatkan untuk ayo dong kita mengajak partai-partai lain kita audit nih apakah aplikasi itu layak,” kata Mirza.
“Apa yang kita khawatirkan ternyata terjadi akibat Sirekap itu kan, banyak teman-teman saya juga dari paslon nomor 1, dari koalisi pendukung, jadi gila suaranya itu, dari 20 ribu suara tinggal 500, dari 281 ribu suara jadi nol, itu akibat aplikasi Sirekap seolah-olah aplikasi tersebut bermain-main,” sambungnya.
Jawaban KPU
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU RI Hasyim Asyari menyebut proses penghitungan suara dilakukan secara berjenjang menggunakan formulir C. Hasil Plano, bukan yang ada di dalam Sirekap.
“Hasil yang Plano yang itu berasal dari dalam kotak itu yang dibuka dan kemudian yang ditayangkan, ketika ditayangkan kalau yang ditayangkan belum sinkron, maka yang digunakan dasar adalah formulir yang ada di dalam kotak (suara),” ujar Hasyim.
Hasyim menjelaskan, dalam proses rekapitulasi nasional kali ini yang mana merekap perolehan suara di luar negeri, KPU juga melakukan rekapitulasi berdasarkan formulir penghitungan rekapitulasi dari PPLN.
“Demikian juga dalam rekapitulasi ini, kalau kita mulai dari PPLN, PPLN kan membawa dokumen hasil rekapitulasi di dalam amplop atau sampul yang tersegel, yang dijadikan dasar yang itu untuk proses rekapitulasi,” pungkasnya.
Diketahui, dalam rapat pleno tersebut bukan hanya dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari partai peserta Pemilu saja, melainkan juga turut dihadiri oleh Bawaslu. (wol/liputan6/pel/d2)
Discussion about this post