MEDAN, Waspada.co.id – Semangat dan harapan Wali Kota Bobby Nasution agar dilakukan pembinaan generasi quran di seluruh kecamatan Kota Medan, ternyata tidak mampu diejawantahkan dengan baik oleh Lembaga Pembinaan Tilawatil Quran (LPTQ) Kota Medan.
Hal tersebut terlihat dari ketentuan berupa petunjuk teknis (teknis) Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) tingkat kecamatan se-Kota Medan 2025 yang dikeluarkan LPTQ Kota Medan. Penjaringan peserta MTQ tingkat kecamatan berdasarkan informasi juknis itu, sejatinya sudah dibuka sejak 1-25 Februari 2025 mendatang.
Masih berdasarkan informasi dari juknis yang diperoleh wartawan baru-baru ini, polemik tersebut tercantum pada poin ketiga yang berbunyi: “Apabila kecamatan tersebut tidak mendapatkan peserta pada cabang yang di-musabagoh-kan sesuai poin 2, maka diperbolehkan merekrut peserta dari kecamatan lain setelah mendapatkan rekomendasi tertulis dari LPTQ Kota Medan yang dimohonkan oleh camat sesuai format terlampir”.
Penjaringan ini dilakukan dalam upaya mendapatkan peserta yang akan dilombakan pada arena MTQ ke-58 Kota Medan, sebagaimana direncanakan pada April 2025.
Aturan main tersebut lantas menuai polemik dan kontroversi di kalangan praktisi Quran Kota Medan. Bahkan salah seorang praktisi Quran, H Ahmad Muhajir, secara tegas berani menyebut dengan adanya poin ketiga dari juknis itu akan kembali membuka kran ‘permainan joki’ pada MTQ ke-58 Kota Medan, di mana direncanakan dihelat pada Mei mendatang.
“Saya sudah mendengar informasi ini dan belakangan menjadi diskusi hangat bagi kami kalangan praktisi quran di Kota Medan. Menurut kami sangat jelas bahwa poin ketiga juknis itu akan kembali membuka peluang ‘joki-joki’ ini bermain. Padahal sejak tahun lalu, baik saat membuka dan menutup arena MTQ Kota Medan, pak Bobby Nasution menegaskan supaya pembinaan generasi quran harus digalakkan oleh LPTQ di seluruh kecamatan di Kota Medan,” katanya kepada wartawan di Medan, Kamis (6/2) kemarin.
Persyaratan peserta MTQ tingkat kecamatan sebagaimana tertuang dalam juknis, adalah penduduk Kota Medan dibuktikan dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), fotokopi Kartu Keluarga (KK) minimal enam bulan pada 19 April 2025. Kedua, peserta MTQ adalah penduduk di kecamatan tersebut dibuktikan dengan KTP dan KK.
“Padahal dua poin saja pun, sudah cukup bagus sebenarnya untuk menghidupkan generasi quran di semua kecamatan yang ada. Tinggal ditambahi poin lain berupa lampiran foto dan sejenisnya. Bukan malah memasukkan seperti keterangan di poin tiga tersebut, inilah peluang sebenarnya ‘joki-joki’ akan bermain lagi di MTQ Kota Medan tahun ini,” kata dia.
Jangan Terulang
Ia mengingatkan para pengurus LPTQ Kota Medan agar kejadian buruk terkait ini tidak terjadi seperti pelaksanaan MTQ ke-57 Kota Medan tahun lalu. Bahwa masih ditemukan kasus sejumlah peserta yang bukan asli domisili Medan bahkan bukan dari putra asal kecamatan. Bahkan ada ditemukan salah satu peserta ketika sudah mencapai babak final, berkasnya dianggap bermasalah oleh panitia lalu didiskualifikasi.
“Kalau begini ceritanya wajar kita pesimistis pelaksanaan MTQ ke-58 Kota Medan nantinya tidak akan lebih baik dari tahun lalu. Ini sama artinya kita memutar lagu atau kaset lama, jadi apalah fungsinya pengurus LPTQ Kota Medan yang baru yang sudah dilantik wali kota pada Agustus 2024 lalu sampai hari ini, jika tidak ada perubahan yang dilakukan untuk pembinaan generasi quran di kota yang kita cintai ini,” ujar mantan qori nasional dan pemilik TPQ Al-Muhajirin di Kecamatan Medan Amplas tersebut.
Sebenarnya, imbuh Muhajir, gampang untuk memeratakan generasi quran di Kota Medan. Data terlebih dahulu mana saja kecamatan minoritas, lalu dari MTQ kecamatan lain ada peserta yang juara 2 dan juara 3, bisa diambil sementara untuk kemudian dilakukan pembinaan dalam rangka mencari bibit generasi quran di kecamatan tersebut.
“Nah lucunya di lagi tahun ini adalah, belum digelar MTQ di tingkat kecamatan A, namun pesertanya sudah dicaplok (diambil) untuk kecamatan C. Lalu ada calon peserta dari Kecamatan Medan Area untuk kategori Tartil, namun ketika mendaftar justru sudah terisi oleh orang lain dari luar kecamatan tersebut. Di sinilah bukti bahwa agen-agen itu sudah bermain. Saya sudah pahamlah dengan gaya main begitu karena sudah pernah menjadi bagian dari itu. Tapi itu dulu. Sekarang ayolah kita benahi dan perbaiki agar Kota Medan yang kita cintai ini dicintai juga sama Allah SWT, kita ciptakan generasi quran di semua kecamatan yang ada. Hal ini juga bagian dari semangat wali kota kita yang menginginkan Medan sebagai kota religius di tengah kemajemukan suku, agama, ras, antargolongan yang ada,” paparnya.
Kondisi diperparah dalam merumuskan juknis itu, semua LPTQ di tingkat kecamatan tidak dilibatkan dalam rapat koordinasi. Bahkan ada stakeholder terkait pun, tidak pernah diundang oleh LPTQ Medan maupun bagian kesejahteraan sosial (kessos).
“Contohnya saya saja sebagai ketua LPTQ Kecamatan Medan Amplas yang tidak pernah diajak rapat untuk membahas juknis tersebut. Kondisi yang sama juga dialami teman-teman pengurus kecamatan lainnya. Bahkan seperti kepala KUA (Kantor Urusan Agama) kecamatan juga gak ada mereka undang. Terus darimana ide memasukkan poin ketiga dalam juknis tersebut,” kata Muhajir.
Respon
Ketua Harian LPTQ Kota Medan, Damri Tambunan, mengakui perihal poin ketiga dalam juknis telah pihaknya rumuskan dan terbitkan. Diakuinya pula bahwa kebutuhan mengambil peserta dari kecamatan lain lantaran di kecamatan itu termasuk minoritas, dengan syarat harus ada rekomendasi resmi dari pihaknya.
“Camat juga harus memohonkan bila mengambil peserta dari kecamatan lain,” katanya saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (7/2).
Mengenai aksi caplok mencaplok peserta yang terjadi di Kecamatan Medan Denai dan kecamatan lain, Damri pun mengakuinya. Namun jawaban yang ia lontarkan sangat normatif dan cenderung diplomatis.
“Medan Kota ada 15 orang tidak dari kecamatan itu. Medan Tembung juga ada datang sama kita. Karena memang tak dapat mereka (pesertanya), dan sudah seperti itu yang terjadi. Tidak bisa kita tertibkan. Kita hanya bisa tahun depan, Insyaallah kita kembalikan. Kita mau tahu gimana sih MTQ tahun ini,” ujarnya.
Menyoal potensi agen atau ‘joki’ yang bermain lagi tahun ini guna menyuplai kebutuhan peserta bagi kecamatan minoritas, Damri Tambunan tampak terkesan pasrah dengan kondisi tersebut. Ia bahkan terkesan menantang wartawan untuk menyebut siapa ‘joki’ dimaksud. Namun pihaknya optimistis di tahun depan perbaikan pembinaan generasi quran akan dimaksimalkan oleh LPTQ Kota Medan.
“Siapa agen-agen itu? Untuk tahun ini biar seperti ini aja dulu. Karena tidak ada data kita terima. Makanya data-data ini sedang kami kumpulkan dulu. Perbaikan terus akan kami lakukan supaya anak-anak kita main tertib semua. Karena kalau diharapkan dari kecamatan minoritas, tidak bisa itu. Tetapi kami pastikan tahun ini tidak sebanyak tahun lalu, ada 24 peserta didiskualifikasi karena tidak penduduk Kota Medan,” ujarnya.
Kemudian soal tidak dilibatkannya pengurus LPTQ kecamatan dalam merumuskan juknis MTQ, Damri berkilah belum semua pengurus dikukuhkan oleh masing-masing camat. Disebutnya sejauh ini dari data yang pihaknya terima, baru ada enam pengurus kecamatan yang sudah dikukuhkan. Yakni seperti Medan Labuhan, Medan Polonia, Medan Belawan, Medan Baru, dan Medan Tembung.
“Artinya masih ada 15 kecamatan lagi. Belum lagi termasuk yang minoritas. Makanya pelan-pelan kita perbaiki ke depan bahkan saya lihat ada orang dari Medan A, misalnya, tapi dia ketua di kecamatan Medan B. Itu semua ranahnya camat karena camat-lah yang mengeluarkan SK (surat keputusan) kepengurusan mereka, bukan LPTQ Kota Medan,” kata dia.
Ahmad Muhajir yang dikonfirmasi lagi ihwal kepengurusan LPTQ di kecamatannya yang belum terbentuk, lantas menyanggah ucapan Damri Tambunan itu. “Kalau beliau tak percaya nanti saya tunjukkan SK-nya, dan kepengurusan kami sampai tahun 2027,” ungkapnya. (wol/rls/mrz/d2)
Editor: Rizki Palepi
Discussion about this post