MEDAN, Waspada.co.id – Pengadilan Negeri (PN) Medan menggelar sidang praperadilan (Prapid) yang diajukan oleh John Hendri Sianturi selaku pemohon terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka dirinya di kasus dugaan korupsi.
Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Tunggal Hendra Hutabarat di ruang sidang Cakra VI, PN Medan, Senin (9/9), hanya dihadiri oleh tim kuasa hukum pemohon yakni David Simangunsong dan Riko Purba.
Sementara, pihak Jaksa Penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) selaku termohon tidak hadir tanpa alasan yang jelas, meski surat panggilan dari pihak kepaniteraan PN Medan telah diterima.
Atas ketidakhadiran termohon, Hakim Tunggal Hendra Hutabarat menunda persidangan dan dilanjutkan pada Kamis (19/9) mendatang.
“Dikarenakan pihak termohon tidak hadir, maka persidangan ditunda dan dilanjutkan pada hari Kamis tanggal 19 September 2024,” kata Hakim Hendra Hutabarat.
Di luar persidangan, tim kuasa hukum pemohon, David Simangunsong mengaku sangat kecewa dengan pihak Kejati Sumut yang tidak hadir tanda alasan yang jelas.
“Hari ini kita sangat kecewa sekali dengan sikap Jaksa penyidik dari Kejati Sumut yang tidak kooperatif,” kata dia.
Padahal, lanjut dia, pihak panitera PN Medan telah mengirimkan surat panggilan kepada Kejati Sumut untuk menghadiri persidangan praperadilan yang seyogyanya digelar pada Senin (9/9).
“Pihak panitera mengaku sudah menyampaikan surat panggilan dab dari penyidik Kejati Sumut juga sudah menerima surat panggilan tersebut. Dengan tidak kooperatifnya ini, mungkin timbul dugaan konspirasi,” tegas David.
Menurutnya, dengan sikap seperti ini, pihak Kejati Sumut menganggap sepele dengan adanya sidang praperadilan. Kendati demikian, pihaknya berharap agar Kejati Sumut dapat hadir di persidangan berikutnya.
“Jadi mudah-mudahan untuk sidang berikutnya, pihak Kejati Sumut hadir di persidangan praperadilan, kalau tidak kita bersikeras ini tetap disidangkan dulu permohonan praperadilan kita,” ujarnya.
Sementara itu, Riko Purba mengatakan kliennya sejak tanggal 11 Juli 2024, mendapat panggilan kedua sebagai saksi dari Kejati Sumut.
Namun, kata dia, pada saat pemeriksaan kedua tersebut, dihari yang sama dan ditanggal yang sama, kliennya ditetapkan tersangka dan ditahan.
“Jadi kalau kita kaji secara proses hukumnya, menetapkan seseorang jadi tersangka tidaklah mudah, harus melewati beberapa proses. Seperti halnya mencocokkan kronologis kejadian, bukti-bukti yang ada dan keterangan saksi. Nah, dihari yang sama saat diperiksa jadi saksi, disitu juga klien kita ditahan,” sebut Riko.
Atas hal itu, kata Riko, pihaknya menjadi penasaran atas proses hukum yang dilakukan pihak penyidik Pidsus Kejati Sumut.
“Disitulah yang membuat kami dengan rasa penasaran, alat bukti apa yang dibuat kejaksaan menjadikan klien kami sebagai tersangka. Dan proses-proses apa, secara prosedural yang memang sudah dilewati, menurut kami ada kejanggalan di situ, makanya kami mengajukan praperadilan,” kata Riko.
Di panggilan kedua nantinya, lanjut Riko, pihaknya menegaskan agar Kejati Sumut dalam hal ini penyidik Pidsus, mengindahkan panggilan resmi dari PN Medan.
“Jika panggilan kedua, pihak penyidik Pidsus Kejati Sumut tidak mengindahkan panggilan pengadilan, kemungkinan kami akan membuat laporan baru terkait tidak profesionalnya pihak oknum penyidik dan diduga melanggar kode etik, karena melanggar dan tidak mengindahkan panggilan resmi dari pengadilan,” pungkasnya.
Diketahui, John Hendri Sianturi mengajukan permohonan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan terkait sah atau tidaknya penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan korupsi rehabilitasi dan renovasi sekolah Di beberapa Kabupaten di Provinsi Sumatra Utara.
Permohonan gugatan praperadilan itu terdaftar dengan nomor perkara: 47/Pid.Pra/2024/PN Mdn, pada Kamis (22/8) dengan termohon Jaksa Penyidik Pidsus Kejati Sumut. (wol/ryp/d1)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post