MEDAN, Waspada.co.id – Sebagai ibu kota Sumatera Utara, Kota Medan merupakan penyumbang angka kriminalitas yang cukup tinggi. Bahkan, dari sejumlah data yang beredar kenaikan dari tahun 2022 ke 2023 mengalami pertumbangan yang signifikan yakni 26 persen.
Kondisi ini menjadi sebuah masalah yang tidak boleh dibiarkan, apalagi angka kriminalitas ini yang tertinggi terjadi dalam kasus pencurian dan kekerasan, penganiayaan, penipuan dan narkoba.
“Ini masalah yang ada di hadapan kita, ataupun di sekitar tempat tinggal kita. Kriminalitas ini muara persoalannya adalah problem lapangan pekerjaan dan kemiskinan,” ujar Calon Wali Kota Medan, Prof Ridha Dharmajaya, Kamis (3/10).
Berdasarkan data dari sejumlah Polrestabes Medan yang dihimpun dari sejumlah media massa, Polrestabes mengumumkan ada sebanyak 9.289 kasus tindak pidana selama periode 2023. Jumlah kasus ini meningkatkan dibandingkan periode 2022 mencapai 7.358 kasus.
Prof Ridha Dharmajaya memaparkan, sejak tahun 2022 ia kerap berkeliling bertemu dengan kelompok masyarakat, mulai kelompok pengurus komplek, serikat tolong menolong (STM), pengurus rumah ibadah, simpul komunitas mahasiswa, dan masuk ke kelas-kelas tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), mengajar sejumlah profesi.
“Dalam perjalanan itu sebenarnya saya mau mengajar tentang pola hidup sehat, dan tidak tergantung dengan hand phone. Sebab, jika berlama-lama bermain handphone bisa mengalami dampak buruk terhadap syaraf,” ujarnya.
“Ternyata di handphone itu ada game permainan slot, yang mana anak-anak hingga orang dewasa memainkannya, begitu juga daris siswi SMA hingga ibu rumah tangga ikut larut dalam permainan ini, ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan. Selain berdampak kepada Kesehatan yang mengakibatkan kelumpuhan dan kematian, angka kriminalitas akan semakin tinggi,” ucapnya.
Dia menyebutkan, akhirnya banyak Masyarakat kita hidup dalam angan-angan, jika nanti di deposit ini, maka hasilnya bisa segini. Ini sangat tidak produktif, bila seterusnya penyakit sosial ini dibiarkan, maka beban negara akan semakin berat dalam mengobatinya.
Contohnya saja, bila hari masyarakat penerima BPJS gratis mengalami sakit syaraf kejepit. Biaya berobatnya tidak murah, selain peralatan dan obat-obatannya mahal, jasa medisnya juga cukup mahal.
“Hari ini saya sudah menemukan bahkan menangani anak usia 14 tahun terkena penyakit syaraf kejepit, ini sebenarnya bukan usia golongan rentan. Tapi, karena menggunakan handphone berlebihan setiap harinya. Mulai bermain game, menonton dan segala macamnya. Anak itu harus dioperasi tulang belakang, yang bila gagal operasinya bisa mengalami kelumpuhan atau kematian, ini fakta,” sebutnya.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, kriminalitas, Pendidikan, lapangan pekerjaan dan kesehatan, ini adalah sebuah fakta kehidupan nyata. Jika Kesehatan buruk, maka pendidikan dan pengangguran akan buruk juga, bila keduanya memburuk, terjadilah peningkatan angka kriminalitas.
“Ini semua menjadi tantangan bagi seorang pemimpin harus menuntaskan masalah yang kerap dihadapi Masyarakat. Semua ini, tak bisa hanya di tangan orangtua, apparat kepolisian, apparat pemerintahan. Tapi, perlu ada sebuah Gerakan yang diinisiasi dalam kebijakan wali kota bersama elemen aparatur pemerintahan. Sehingga, ke depannya kita bisa menghadirkan generasi kuat di masa depan,” ucapnya. (wol/pel/d2)
Discussion about this post