Oleh:
Prof. Dr. Zainal Arifin, MA
Waspada.co.id – Pada hari Senin, tanggal 15 Juli 2024, bertempat di kediaman Dr. H. Yusuf Sinaga, diadakan silaturahmi bulanan alumni al-Azhar Kairo Mesir. Adapun agenda yang dibahas pada hari itu ada empat agenda. Pertama, laporan kunjungan syekh al-Azhar ke Indonesia yang dihadiri oleh Ketum OIAA Sumut. Dengan pesan kunjungan yang sangat jelas: ilmu, wawasan perbedaan hingga tercapai harmoni kehidupan dalam moderasi sesungguhnya. Kedua, melaporkan rakornas OIAA Indonesia bersama dengan OIAA Pusat Kairo tentang camaba (calon mahasiswa baru) dan Pusat Studi Bahasa serta fokus kegiatan kemanusiaan yang dilakukan OIAA untuk dunia.
Ketiga, silaturahmi dengan pemimpin Sumatera Utara untuk Sumut lebih berkah dan bermartabat. Keempat, seminar internasional antara HMM Su di Kairo, OIAA Su di Medan, dan alumni al-Azhar asal Sumut di Eropa. Tema yang diangkat pendidikan bahasa Arab menuju Indonesia lebih mendunia.
Terkait dengan Sumut berkah, ketua OIAA memahaminya dengan lima nilai dasar yang sangat mengindonesia, yaitu Pancasila. Artinya, Sumut berkah tidak lepas dari dimensi ketuhanan, kemanusiaan, etika, ilmu dan moderat. Inilah inti dari Pancasila yang merupakan maqsad Alquran (tujuan Alquran diturunkan). Berkah itu sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu birkah atau telaga. Artinya, kehidupan yang berkah bagaikan telaga itu adalah kehidupan yang jika mendapat limpahan hujan, maka ia tetap dapat menerima dan menampung penuh dengan syukur, tanpa menimbulkan banjir. Jika kemarau panjang datang, manusia pasti mencari telaga untuk mengambil air kehidupan darinya.
Penjelasan kehidupan yang berkah di Indonesia ini adalah kehidupan yang tidak lepas dari lima sila itu. Karena lima sila itu atau sila pertama (ketuhanan) membuat bangsa Indonesia jika mendapatkan kucuran nikmat sebagai negara khatulistiwa yang hijau, sejahtera dan makmur, tidak pernah melupakan Tuhan. Agama apa pun di Indonesia ini harus bertuhan. Komunis menjadi partai terlarang karena tidak bertuhan. Hidup tidak akan berkah jika tidak bertuhan, sesukses apa pun dia. Jika masih belum berhasil, hidup yang berkah tetap bersabar atau bahkan tetap bersyukur dengan mengoptimalkan anugerah Tuhan yang ada, tanpa mengeluh dan pesimis. Inilah hidup berkah dari sisi ketuhanan.
Kedua, dari sisi kemanusiaan hingga menjadi adil dan tetap beradab, hidup berkah terlihat dari sisi kemanusiaan yang dijunjung tinggi. Hubungan harmonis antara anak dengan orang tua, antar sesama jiran tetangga, bahkan berbangsa dan bertanah air, semua dibangun atas dasar nilai kemanusiaan. Hidup berkah itu adalah saya tidak akan melakukan apa yang orang lain tidak mau saya lakukan. Sebaliknya, saya akan melakukan apa yang orang lain suka jika saya melakukan kepadanya. Saya tidak akan mencuri, mengganggu keluarga orang lain, karena saya tidak mau dicuri dan saya tidak mau keluarga saya diganggu.
Ketiga, hidup berkah dalam persatuan Indonesia jika nilai-nilai etika dan norma terwujud dalam kehidupan keseharian. Manusia mati meninggalkan nama baik. Etika dan norma manusia itu juga yang dikenang. Hidup akan menjadi berkah, jika di usia 60, atau 70 tahun meninggal dunia, tapi pahala kebaikan masih terus mengalir karena iman dan kebaikan yang ditebar. Menjadi Sumut berkah adalah menjadi Sumut yang baik dan tetap istiqamah di dalam kebaikan, agar Indonesia bersatu. Bersatu saja dalam kebaikan belum tentu berhasil, apalagi ada usaha-usaha jahat untuk merongrong kesatuan NKRI. Penulis yakin, dalam persatuan Indonesia terdapat berkah yang melimpah. Karena permusuhan dan perpecahan hanya akan merugikan semua pihak.
Keempat, Sumut berkah perlu musyawarah dengan ilmu yang mumpuni agar hikmah dan kebijaksanaan untuk bangsa dapat terwujud. Ilmu membuat manusia mulia. Tanpa ilmu manusia akan terhina. Untuk itu Alquran sangat mengajak manusia untuk terus menuntut ilmu dan mempersiapkan kader bangsa dengan ilmu yang mumpuni. Itu, tidak lain agar hidup yang singkat ini bermakna dan berkah. Al-Azhar yang moderat itu hadir dengan ilmu yang luas. Untuk itu, ditemukan sekolah bernama al-Azhar di Sumut dan Indonesia, hanya sekedar mengambil berkah dari al-Azhar di Mesir Kairo.
Kelima, berkah itu berkeadilan dalam segala lini sosial. Ditemukan nilai-nilai moderat agar tidak terlalu ekstrem kiri dan kanan. Negara yang tidak menganut satu agama tertentu ini sesuai dengan semangat Alquran yang mengakui perbedaan untuk tetap bersatu. Moderat membuat bangsa ini menjadi bangsa yang baik, penuh dengan nilai-nilai toleran dan harmoni.
Inilah hasil perenungan dari Sumut berkah yang didiskusikan pada pertemuan yang dihadiri oleh pimpinan dari JATTI (Jaringan Alumni Timur Tengah) Sumut, Dr. Sabaruddin; penasihat Al-azhar Center, Dr. Yusuf Sinaga, pengurus OIAA Sumut dan perwakilan kabupaten kota di Sumut, serta pemilik Darul Umrah, H. M. Abduh, Lc. Acara ditutup dengan membagi buku “Kamus Santri” karya tuan rumah untuk semua peserta yang hadir. Semoga berkah dan mendunia, amin.
*Ka Prodi S3 KPI FDK UIN Sumut
Discussion about this post