Oleh: Prof. Dr. Zainal Arifin, MA
Waspada.co.id – Pada hari Kamis, tanggal 11 Juli 2024, Syekh al-Azhar Mesir, Prof. Dr. Ahmed Tayyeb menyampaikan dua pesan penting di hadapan undangan, ribuan santri dan santriwati beserta para pimpinan pesantren di Darun Najah. Pesan pertama, tuntutlah ilmu. Agama ini sangat memuliakan ilmu. Di dalam Alquran ajakan untuk melihat, mendengar, menggunakan akal, pikiran, tadabur banyak beredar. Bahkan ayat pertama turun adalah anjuran untuk membaca.
Pesan kedua, wawasan perbedaan pendapat. Tayyeb lebih banyak membahas tentang perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih dan kalam. Dia mengambil contoh, dalam salat, yang dimulai dengan takbiratul ihram hingga salam, ditemukan perbedaan pendapat ulama yang semuanya merujuk kepada Alquran dan hadis Nabi Muhammad Saw. Contohnya, kedua tapak tangan ketika takbir pada posisi di dekat telinga atau di bawahnya; letak kedua tapak tangan apakah tepat di depan, atau agak sedikit di kanan atau bahkan di lepas tanpa dipegang satu dengan yang lain. Bacaan al-fatihah, menggunakan basmalah atau tidak, atau basmalah dibaca jahr atau sirr. Bacaan ayat mana yang lebih baik, satu surat penuh walau pendek, atau 3 ayat dari surat panjang? Dan seterusnya hingga salam.
Penulis melihat bahwa dua hal yang ditekankan ini menjadi sangat penting, karena kehancuran Islam terletak pada kebodohan umat dan strategi licik musuhnya dalam memecah belah umat. Solusi agar umat Islam tetap memberi yang terbaik pada dunia adalah ilmu dan wawasan fikih perbedaan. Ini adalah moderasi Islam yang perlu diterapkan dan diajarkan di dalam dunia pendidikan secara umum dan pesantren secara khusus. Fanatik buta yang bersumber dari kebodohan adalah kesalahan umat dalam berinteraksi sosial.
Al-Azhar ketika menyatakan bahwa Syiah bagian dari Islam duduk bersampingan dengan Sunni, perkara bank konvensional itu syari, ucapan salam ke non muslim boleh, nikah kitabiyah itu halal, sembelihan non muslim syah dan legal adalah ide-ide moderasi yang perlu dipelajari oleh anak didik muslim di mana pun, terutama di dunia pesantren. Walau pendapat ini tidak perlu dipaksakan, tapi ia baik untuk diketahui. Hal ini terjadi karena syekh al-Azhar melihat bahwa muslim akan hidup di dunia yang sangat luas dengan berbagai pemikiran dan fikih. Selama berpegang pada platform Alquran, hadis dan logika serta realita yang terus berkembang, maka ilmu dan wawasan moderasi menjadi penting demi keharmonisan umat manusia.
Ilmu pengetahuan dan wawasan akan membuat sesama umat Islam saling menghormati, perbedaan pendapat di kalangan mereka bukan ajang untuk menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Bahkan Islam mengajar hidup harmoni dengan berbagai penganut agama kapan dan di manapun mereka berada. Karena Allah telah menetapkan bahwa manusia itu berbeda dalam berbagai hal, satu dengan yang lain. Tidak ada poros dari ilmu dan wawasan yang luas kecuali keharmonisan dalam hidup beragama, bertetangga, berbangsa dan bertanah air.
Benar, pendapat Azhar dan syeikhnya berseberangan dengan pendapat MUI di Indonesia atau bahkan di dunia, namun itulah dia wawasan perbedaan di kalangan ulama yang harus dimunculkan dan dikedepankan. Al-Azhar tidak pernah mengklaim bahwa pendapatnya yang benar dan yang lain salah dan sesat. Tidak, karena begitulah ulama fikih dan kalam mengajarkan anak-anak Azhar untuk saling menghargai perbedaan pendapat.
Contohnya, di antara grup guru besar (GB), penulis pernah melontarkan bunga bank konvensional bukan riba yang diharamkan, salah seorang guru besar yang lain menafikan dengan merujuk pendapat MUI bahwa bunga bank konvensional itu riba yang diharamkan. Penulis menghargai pendapat teman GB yang mengutip pendapat MUI itu, dan dia pun menghargai pendapat saya yang mengutip dari pendapat ulama Azhar bahwa bunga bank bukan riba. Beginilah wawasan perbedaan pendapat dibangun. Perbedaan pendapat tidak membuat kita bermusuhan apalagi saling mengkafirkan dan menyesatkan. Mengatakan seseorang liberal karena berpegang teguh pada Alquran adalah kebodohan yang harus dihindari dengan belajar dan menuntut ilmu. Itulah alasan kuat kenapa syekh al-Azhar menganjurkan dua hal (menuntut ilmu dan memiliki wawasan fikih perbedaan) agar hidup harmoni dan moderat.
*Ka Prodi S3 KPI FDK UIN Sumut
Discussion about this post