MEDAN, Waspada.co.id – Tokoh masyarakat yang diusung untuk maju sebagai walikota Medan 2024-2029, Prof.Dr.dr Ridha Dharmajaya merasakan kegelisahan akan keberadaan narkoba yang semakin menghantui.
Untuk itu, dirinya mengundang sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis anti narkoba untuk duduk bareng mendiskusikan solusi dan antisipasi dalam mengatasinya.
“Dalam kunjungan 21 kecamatan di kota Medan, kami selalu menemukan problematika tentang narkoba yang makin mengkhawatirkan. Atas dasar itulah kami sengaja mengajak para aktivis anti narkoba dan kelompok masyarakat untuk mencari solusi bersama dalam penanganannya,” ungkap Prof Ridha dalam acara diskusi di Jalan Pemuda Medan, Kamis (18/4) malam.
Sejauh ini, guru besar fakultas kedokeran USU itu menilai, masyarakat terkhusus para orang tua kurang pro aktif dan bahkan tidak berani mengadukan kendati narkoba ada di sekitar mereka.
“Semua berfikir yang penting anak saya tidak terpapar narkoba. Tapi apa mungkin ke depan anak kita tidak beresiko terkena dengan peredarannya yang semakin banyak,” tutur Prof Ridha.
Untuk itu dirinya berharap diskusi narkoba yang diinisiasinya bisa memberikan solusi nyata.
Sementara itu, aktivis anti narkoba Hendra Febrizal yang hadir sebagai pembicara melihat peredaran narkoba terus meningkat.
“Sepanjang tahun 2016, ada 250 ton narkotika masuk ke Indonesia dari Tiongkok, belum lagi dari 10 negara lain dan perkiraan omsetnya mencapai Rp 72 triliun pertahun,” katanya.
Pemerintah Indonesia bahkan menaruh perhatian besar dengan memeranginya, namun tetap dalam kondisi darurat narkoba.
“Presiden menyatakan perang terhadap narkoba, kejar dan tangkap bahkan dor kalau UU mengizinkan, tetapi Indonesia tetap darurat narkoba. Masalahnya menurut Komjen Budi Waseso, narkotika hanya ditangani oleh BNN dan sebagian polisi, sementara komponen masyarakat tidak bekerja atau tidak pro aktif,” jelas Hendra.
Oleh karena itu, dirinya bersama rekan-rekan menggagas dan menciptakan aplikasi Ceria (Cintai Keluarga Jauhi Narkoba).
Aplikasi tersebut diyakini akan membangkitkan kesadaran dan semangat masyarakat untuk memerangi narkoba.
Aplikasi tersebut, lanjut Hendra, juga akan mengikis penyebab dari munculnya sikap acuh masyarakat terhadap narkoba dan bahaya penyalahgunaannya.
“Dari hasil survey kita langsung di lapangan, ada beberapa alasan mengapa masyarakat tidak proaktif. Survey Analytical Hierarchy Process (AHP) mengatakan, ditemukan tingkat kepercayaan terhadap aparat penegak hukum sangat rendah, resiko yang sangat tinggi, tidak adanya jaminan yang pasti bagi saksi dan pelapor, 86 atau damai ditempat bagi pengedar, proses yang terlalu administratif, bertele-tele, dan biaya yang sangat tinggi,” demikian Hendra.
Dalam kesempatan yang sama, tokoh pengamat sosial, Shohibul Anshor Siregar menilai aplikasi yang digagas Hendra Febrizal cukup bagus.
Hanya saja pria yang juga berstatus akademisi sosial politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) menganggap narkoba bisa ditangani jika suply nya dihentikan.
“Stop suply baik itu dari darat, laut dan udara. Jika presiden Jokowi sebelumnya mengatakan Indonesia Darurat Narkoba, harusnya ada tindakan darurat untuk penangannya,” ungkapnya.
“Slaah satu bentuk kedaruratan tindakannya perlu dibentuk satuan operasi khusus berbasiskn kekuatan militer yanh dibantu instansi lainnya untuk melancarkan perang yang efektif dan terukur,” sambungnya.
Menurutnya, satgas yang dirancang oleh BNN dikhwatirkan tidak akan berdaya karena besaran masalah sangat jauh di atas kapasitas lembaga kepolisian saat ini.
Diskusi malam itu pun turut menghadirkan kelompok masyarakat kampung Madras yang terpapar langsung dengan perederan narkoba.
Kegiatan itu pun diakhiri dengan pembentukan tim untuk membahas lebih lanjut dalam menemukan solusi agar Medan bisa selamat dari narkoba. (wol/pel/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post