Waspada.co.id – Puasa Ramadan merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Sebagai ibadah yang memerlukan kesungguhan dan kepatuhan, memahami aspek-aspek penting dalam pelaksanaannya menjadi hal yang krusial.
Salah satu aspek tersebut adalah niat, yang menjadi penentu sah atau tidaknya puasa seseorang. Namun, muncul pertanyaan: apakah niat puasa harus diucapkan secara lisan, atau cukup di dalam hati?
1. Definisi dan Pentingnya Niat dalam Puasa
Secara terminologi, niat berarti tekad dalam hati untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam konteks ibadah, niat berfungsi membedakan antara tindakan yang dilakukan sebagai bentuk ibadah dan yang bukan. Tanpa niat, sebuah amalan tidak dianggap sebagai ibadah yang sah. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوُلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ.
Artinya : “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, sedangkan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam ibadah puasa, niat menjadi rukun yang harus dipenuhi. Tanpa niat, puasa seseorang dianggap tidak sah. Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah niat tersebut harus diucapkan secara lisan atau cukup di dalam hati.
2. Pendapat Ulama Mengenai Pelafalan Niat
Mengutip dari NU, mayoritas ulama sepakat bahwa tempat niat adalah di dalam hati. Artinya, tekad atau keinginan untuk berpuasa yang muncul dalam hati sudah memenuhi syarat sahnya niat. Pelafalan niat secara lisan dianggap sunnah, bukan kewajiban. Tujuan dari melafalkan niat adalah untuk membantu hati dalam menguatkan tekad beribadah.
Imam Nawawi dalam karyanya, Al-Majmu’ (II/23), menyatakan bahwa niat dalam hati tanpa pelafalan sudah mencukupi:
فإن نوى بقلبه دون لسانه أجزاه
Artinya: “Jika seseorang berniat dalam hatinya tanpa melafalkannya dengan lisan, maka itu sudah mencukupi.”
Demikian pula, dalam kitab I’anatu Thalibin pada bab puasa, disebutkan bahwa niat dilakukan dengan hati dan tidak diwajibkan untuk diucapkan, meskipun melafalkannya dianjurkan:
النيات با لقلب ولا يشترط التلفظ بها بل يندب
Artinya: “Niat itu dengan hati, dan tidak disyaratkan mengucapkannya. Tetapi mengucapkan niat itu disunnahkan.”
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa niat puasa Ramadhan yang sah harus hadir dalam hati. Melafalkan niat secara lisan adalah sunnah yang bertujuan membantu hati dalam menetapkan niat melalui ucapan. Dengan demikian, seseorang yang berniat puasa Ramadhan hanya dalam hati tanpa melafalkannya tetap dianggap sah puasanya. Namun, melafalkan niat dapat menjadi sarana untuk lebih menguatkan tekad dan konsentrasi dalam menjalankan ibadah puasa.
Selain itu, penting untuk memperhatikan waktu pelaksanaan niat. Mayoritas ulama menganjurkan niat dilakukan setiap malam sebelum fajar untuk puasa esok hari. Namun, memahami adanya perbedaan pendapat dapat memberikan kelonggaran bagi individu dalam situasi tertentu. Oleh karena itu, sebaiknya setiap Muslim memahami dan mengikuti panduan yang sesuai dengan mazhab yang dianutnya, serta senantiasa berusaha untuk menjaga kesempurnaan ibadah puasa dengan memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan. Wallahualam. (wol/okz/ryp/d1)
Discussion about this post