MEDAN, Waspada.co.id – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan sejumlah komoditas bahan pangan jelang Ramadan dijual di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan.
Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Ranamenggala menuturkan bahwa temuan tersebut berdasarkan hasil survei yang dilakukan di pasar tradisional dan modern di tujuh wilayah kantor KPPU di Medan bahkan juga di Lampung, Bandung, Surabaya, Samarinda, Makassar, dan Yogyakarta.
“Terdapat 17 komoditas pangan yang dipantau, di antaranya beras, telur ayam, daging ayam, daging sapi, bawang putih, bawang merah, cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng curah,” tuturnya, Jumat (7/7).
Dari 17 komoditas itu, sebut Mulyawan, KPPU melihat bahwa terdapat delapan komoditas yang harga jual dari HET dan HAP (harga acuan penjualan) ini cukup signifikan.
“KPPU mencatat komoditas pangan yang dijual di atas HET dan HAP adalah beras medium, beras premium, telur ayam, bawang putih, minyak goreng curah, Minyak Kita, cabai rawit, dan gula pasir,” katanya.
Dari sejumlah komoditas tersebut ada dua yang harganya paling jauh menyimpang dari HET dan HAP yang ditetapkan, yaitu telur ayam dan cabai rawit.
Selain itu Mulyawan juga menyoroti bahwa harga telur ayam di pasar tradisional Makassar paling tinggi dibanding daerah lain, mencapai Rp51.000 per kg.
Sementara itu, harga cabai rawit di Bandung dan Yogyakarta hampir 50 persen lebih mahal dari HET/HAP yang ditetapkan. Untuk itu KPPU bakal menggunakan hasil survei ini sebagai dasar untuk mengawasi pelaku usaha komoditas di wilayah dengan deviasi harga dan kenaikan harga yang tinggi.
“Hal ini dilakukan untuk memastikan mekanisme pasar berjalan lancar, terutama jika stok komoditas mencukupi,” ungkapnya.
Mulyawan berharap pemerintah dan pihak berwenang dapat lebih mengendalikan harga pangan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
“Berdasarkan hasil pemantauan harga komoditas di Medan, tercatat bahwa minyak goreng curah mengalami deviasi harga tertinggi. Survei pertama yang dilakukan pada 21 Februari 2025, harga rata-rata minyak goreng curah di pasar tradisional tercatat sebesar Rp18.250 per kilogram,” jelasnya.
Harga ini mengalami kenaikan pada survei kedua yang dilakukan pada 24 Februari 2025, menjadi Rp19.000 per kilogram. Dengan asumsi bahwa 1 liter minyak goreng sawit setara dengan 0,92 kg, maka harga minyak goreng curah setara dengan sekitar Rp17.480 per liter. Jika dibandingkan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyakita, maka harga minyak goreng curah tercatat 11,34% lebih tinggi.
“Sementara itu, harga pasar Minyakita di pasar tradisional Kota Medan tercatat dengan rata-rata Rp17.125 per liter, atau 9,08% lebih tinggi dari HET.
Untuk komoditas beras, harga rata-rata beras medium di pasar tradisional Kota Medan selama periode survei tercatat sebesar Rp14.250 per kilogram. Sebaliknya, harga rata-rata di pasar modern justru lebih rendah, yakni Rp13.528 per kilogram, yang sedikit lebih tinggi dibandingkan Harga Acuan Penjualan (HAP) Beras Medium untuk Zona Sumatera Utara, yaitu Rp13.100 per kilogram,” katanya.
Selain itu, harga gula konsumsi juga tercatat masih berada di atas HAP. HAP gula untuk wilayah Indonesia Non-Timur ditetapkan sebesar Rp17.500 per kilogram. Namun, berdasarkan hasil pemantauan, harga rata-rata gula pasir curah di pasar tradisional di Kota Medan tercatat Rp18.375 per kilogram, sedangkan di pasar modern, gula pasir kemasan dijual dengan harga rata-rata Rp18.600 per kilogram.
Menanggapi hasil pemantauan ini, Kepala Kantor Wilayah I KPPU Ridho Pamungkas, menyampaikan bahwa secara umum kenaikan harga komoditas bahan pokok di Kota Medan masih dalam batas yang wajar, dengan ketersediaan pasokan yang terjaga.
“Bahkan, beberapa komoditas hortikultura seperti bawang merah, cabai merah, dan cabai rawit mengalami kenaikan harga, namun tetap berada di bawah HAP serta rata-rata harga nasional,” katanya usah melakukan sidak di Pasar Tradisional di Medan.
“Terkait masih tingginya harga Minyakita, Kanwil I KPPU akan terus mengintensifkan pemantauan di lapangan guna menelusuri potensi pengalihan Minyakita menjadi minyak curah yang dijual ke pelaku industri. Hal ini mengingat terdapat disparitas harga yang cukup signifikan antara HET Minyakita dan harga pasar minyak curah,” jelas Ridho.
Ia mengingatkan para distributor (D1 dan D2) untuk tidak menjual Minyakita di atas ketentuan HET, guna mencegah harga di tingkat pengecer yang semakin jauh melampaui HET.
“Selain itu, KPPU mengimbau para produsen untuk mendistribusikan Minyakita secara lebih efisien dan merata, termasuk dengan mempertimbangkan distribusi melalui BUMN Pangan guna mendukung pelaksanaan operasi pasar dalam menjaga stabilitas harga,” tandasnya. (wol/eko/d2)
Editor: Ari Tanjung
Discussion about this post