BINJAI, Waspada.co.id – Puluhan pedagang Pasar Tavip Kota Binjai menggelar aksi demo sebagai bentuk protes atas kenaikan tarif retribusi lapak dagang yang akan diberlakukan Pemko Binjai. Demo dilakukan puluhan pedagang Pasar Tavip Kota Binjai di depan Kantor Wali Kota Jalan Jenderal Sudirman Kecamatan Binjai Kota dan Kantor DPRD Binjai, Kamis (9/8).
Untuk menyampaikan aspirasinya, para pedagang melakukan konvoi dari Pasar Tavip menuju Kantor Wali Kota. Mereka menggunakan mobil pick up, pengeras suara, spanduk, dan beberapa poster.
Konvoi para pedagang dikawal pihak kepolisian hingga di depan kantor kota. Setibanya di Kantor Wali Kota Binjai, para pedagang menyampaikan orasinya dengan pengamanan ketat petugas gabungan.
Salah seorang perwakilan pedagang pada orasinya menyampaikan, aksi yang dilakukan sebagai bentuk protes atas kenaikan tarif retribusi lapak dagang. Kenaikan itu, dinilai para pedagang tidak wajar.
Tak lama menyampaikan orasi, Kepala Dinas Tenaga Kerja Perindustrian dan Perdagangan (Disnakerperindag), Hamdani Hasibuan, turun menemui para pedagang dan mengizinkan 10 orang perwakilan untuk melakukan diskusi.
Kemudian, diskusi berlangsung di ruang rapat 3. Di dalam ruangan, pedagang langsung meminta agar tarif retribusi diturunkan. Nada dari perwakilan pedagang yang terus menerus tinggi, membuat pertemuan pun tidak kondusif.
Bahkan, setiap jawaban dari Kadisnaker Perindag selalu dipotong. Selanjutnya, salah satu perwakilan pedagang langsung mengajak rekannya membubarkan diri karena menilai tidak ada solusi dari pertemuan tersebut. Kemudian mereka menuju gedung dewan.
Kadisnaker Perindag Kota Binjai, Hamdani Hasibuan, ketika ditemui menerangkan bahwa kenaikan tarif retribusi dilakukan atas dasar Perda Nomor 1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Sebenarnya ini penyesuaian saja. Sebelumnya retribusi ini diatur dalam Perda Nomor 5 tahun 2011. Artinya, Perda lama sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Sehingga dikeluarkan Perda baru,” tuturnya.
Terkait Perda lama, sebutnya, retribusi lapak pelataran (kaki lima) ditetapkan Rp2000 per hari dan mengatur retribusi kios serta loosd tanpa menghitung berapa luas dari masing-masing kios dan loosd.
Sedangkan dalam Perda baru, sambungnya, pedagang pelataran naik dari Rp2000 menjadi Rp3000 per hari. Sedangkan kios dan loosd, nilai tarif diatur sesuai luas masing-masing lapak dengan per meternya bervariasi berdasarkan tipe kios dan loosd.
“Misalnya kios loosd satu, dikenakan tarif 500 per meter per hari. Tarif tertinggi ada di nilai Rp3000 per hari per meter, ini dikenakan seperti Kios Pasar Tavip dan ada beberapa kios dan loosd lainnya,” urai Hamdani.
“Dari yang kami lihat, pedagang yang protes ini memiliki lebih dari satu kios atau loosd. Kemungkinan ini yang membuat mereka berat. Kalau yang punya satu lapak dagang, kami pikir tidak keberatan,” tambahnya.
Tujuan dari penyesuaian tarif berdasarkan Perdana ini, lanjutnya, untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Nantinya, hasil pendapatan ini juga yang dimanfaatkan sebagai anggaran penataan pasar.
Hamdani berharap, agar pedagang lebih bijak dan melakukan diskusi dengan hati dan kepala dingin. “Kalau seperti diskusi tadi tentu tidak ada solusi. Saya masih punya pimpinan, jadi apa pun harapan dari pedagang pastinya harus kami bahas terlebih dahulu, tidak bisa langsung saya putuskan,” pungkasnya. (wol/ism/d2)
Editor: Rizki Palepi
Discussion about this post