GUNUNGTUA, Waspada.co.id – Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan bangsa yang besar serta kaya raya, namun miris di tengah kemajuan zaman dan teknologi Ariel Halomoan Harahap seorang anak penarik becak di Padang Lawas Utara (Paluta) harus meninggal karena penyakit dan kurang gizi akibat minimnya perhatian dari Pemerintah Kabupaten Paluta pada, Sabtu (25/10) lalu, sekira pukul 21.45 WIB di RSUD Gunung Tua.
Sebagai mana pidato perdana Presiden Prabowo pada pelantikannya tanggal 20 Oktober 2024 di depan seluruh anggota DPR RI dan MPR RI serta seluruh pejabat negara, bahwa kekuasan itu adalah milik rakyat. Kedaulatan kita adalah kedaulatan rakyat dan dalam menjalankan kekuasan harus untuk kepentingan rakyat serta setiap pemimpin dalam setiap tingkatan pekerjaan pemimpin harus untuk rakyat dan bukan bekerja untuk diri sendirin maupun untuk kerabat dan bukan bekerja untuk para pemimpin.
“Saudara-saudara sekalian, kita harus mengerti selalu sadar bahwa bangsa yang merdeka adalah bangsa yang rakyatnya merdeka. Rakyat harus bebas dari ketakutan, rakyat harus bebas dari kemiskinan, bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari penindasan dan bebas dari penderitaan,” tegasnya.
Namun sangat disayangkan, jika mengutip dari isi pidato Presiden Prabowo, para pemimpin di Kabupaten Paluta lalai dan abai menangani kasus Ariel Halomoan Harahap. Para pejabat tersebut diduga tak mengindahkan arahan Presiden Prabowo yang menyebabkan meninggal dunia salah satu warga akibat gizi buruk, hyperleukositosis, electrolit imbalance dan tumor abdomen.
Sebagaimana terungkap saat Waspada Online mengkonfirmasi pihak RSUD Gunung Tua Desa Aek Haruaya melalui dr Yanti, Senin (28/10) kemarin, yang menjelaskan bahwa Ariel Halomoan Harahap didiagnosa mengalami hyperleukositosi, electrolit imbalance dan sangkaan tumor abdomen serta gizi buruk.
“Iya dek Ariel Halomoan Harahap ada gizi buruknya dek, hyperleukositosi tambah tumor abdomen tambah gizi buruk,” jelasnya.
Ariel Halomoan Harahap anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan Hakim Harahap dan Nur Hasim yang hanya tinggal di sebuah rumah yang berukuran 3×6 dengan keadaan yang sangat memperihatinkan. Di mana Hakim Harahap hanya berprofesi sebagai penarik becak dengan penghasilan pas-pasan berkisar Rp60 ribu setiap harinya untuk menghidupi ketujuh anaknya yang keseluruhannya tinggal di rumah yang sama.
Sementara itu, Nur Hasim sebelumnya sempat bekerja sebagai petugas kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Paluta. Namun setelah Ariel Halomoan Harahap menderita penyakit, Nur Hasim terpaksa berhenti bekerja untuk bisa merawat Ariel di rumah dan hanya bisa berharap dari penghasilan suaminya untuk bisa mencukupi kehidupan keluarganya dengan ketujuh anaknya yang keseluruhannya masi bersekolah. (wol/bon/d1)
Editor: Rizki Palepi
Discussion about this post