JAKARTA, Waspada.co.id – Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai wacana bergabungnya PDI Perjuangan ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) tak lebih bersifat transaksional.
Hal ini tak lepas dari dugaan munculnya sejumlah mahar sebagai syarat bergabungnya PDIP ke KIM, mulai dari menunda KPK menahan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto hingga syarat mengganti Kapolri, Panglima TNI dan Jaksa Agung.
“Nah dari sinilah kita paham bahwa gabungnya PDIP sifatnya transaksional bukan kepentingan umum,” kata Herry melansir Inilah.com, Sabtu (1/2).
Lewat syarat-syarat yang dinilai tak masuk akal itu, lantas Herry menyarankan agar PDIP tetap berada di luar barisan koalisi. Hal ini sekaligus untuk menjaga keseimbangan politik di era Prabowo Subianto.
“Lebih ideal berada di luar pemerintahan karena kepentingan keseimbangan pengelolaan pemerintahan. Parpol itu fungsi sebagai entitas pendidikan politik artinya bukan hanya kepentingan politik praktis melainkan kepentingan publik lebih diutamakan,” tuturnya.
Diketahui, mencuat kabar bahwa pertemuan Ketum Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto diinisiasi oleh Partai Gerindra tanpa persetujuan partai lainnya yang tergabung di Koalisi Indonesia Maju.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan Prabowo memiliki hak untuk bertemu dengan siapapun tanpa meminta persetujuan dari pihak manapun. Sebab, pertemuan itu kabarnya merupakan gerakan sendiri dari Gerindra, yang memancing penolakan dari beberapa ketua umum partai yang tergabung di KIM.
“Yang pertama Prabowo bebas bertemu dengan siapa saja, tanpa harus minta persetujuan yang lain,” kata Dasco melansir Inilah.com, Jakarta, Minggu (26/1) lalu.
Saat ditanya perihal apakah ada syarat khusus dari PDIP untuk masuk ke pemerintahan Prabowo, dia memastikan belum ada pembicaraan apapun. “Yang kedua belum ada pembicaraan mengarah ke koalisi, apalagi syarat-syarat tertentu,” ujarnya menambahkan. (wol/inilah/ags)
Discussion about this post