TPL Jawab Seruan Pendemo
MEDAN, Waspada.co.id – Puluhan masyarakat adat yang bermukim di kawasan Danau Toba tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup PT Toba Pulp Lestari (TPL) mendesak agar PT TPL segera di tutup.
Pasalnya, TPL dinilai menjadi perusahaan perusak lingkungan. Seruan ini disampaikan saat berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumatera Utara (Sumut) di Jalan Imam Bonjol, Kamis (18/5).
Tampak masa aksi membentangkan spanduk bertuliskan ‘Selamatkan Bumi dari Krisis Iklim’. Sebanyak 36 komunitas adat yang menyerukan penutupan PT TPL ini.
Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL Anggiat Sinaga dalam orasinya menyampaikan masyarakat adat di tanah Batak telah turun-temurun hidup dan memegang teguh nilai-nilai dan aturan adat.
“Mereka menjaga tanah adat mereka dengan asas lingkungan dengan bijaksana. Kehidupannya sangat tergantung dengan alam. Pada Situasi krisis iklim saat ini mereka telah terbukti sebagai pelindung alam,” kata Anggiat.
Menurut Anggiat, masyarakat adat seharusnya mendapat dukungan atas upaya untuk perlindungan bumi kyang semakin hari semakin terpuruk. Namun dalam upaya perjuangan masyarakat, mereka diperhadapkan dengan situasi yang serius, tanah adat sebagai identitas budaya telah dirampas secara paksa oleh perusahaan-perusahaan besar.
“Seperti PT. Toba Pulp Lestari (TPL) atas pemberian izin dari Pemerintah yang tidak pernah melibatkan masyarakat adat sebagai pemangku wilayah adat. Sehingga masyarakat adat mengalami diskriminasi, kriminalisasi dan terputusnya akses mereka terhadap wilayah adat sebagai ruang hidup mereka,” ungkapnya.
Anggiat mengatakan, kehadiran PT. TPL di Tanah Batak selama 30 tahun lebih telah merampas hak-hak masyarakat adat, menghancurkan sumber-sumber hidup masyarakat adat, karena hutan adat yang selama ini menjadi sumber hidup telah berganti menjadi pohon-pohon eukaliptus yang tidak memberikan manfaat kepada masyarakat adat.
“Atas kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat adat di Tanah Batak. Mendorong transparansi, keadilan, dan perlindungan hak asasi manusia adalah langkah yang harus diambil bersama untuk memastikan keberlanjutan lingkungan, hak-hak masyarakat adat, dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam bagi generasi mendatang,” sebutnya.
“Mencabut izin PT. Toba Pulp Lestari dari Tanah Batak, membebaskan Sorbatua Siallagan tanpa syarat, nenghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang berjuang atas hak-haknya, segera Sahkan RUU Masyarakat Adat,” pungkasnya.
TPL Jawab Seruan Pendemo
Corporate Communication Head PT TPL, Salomo Sitohang, dalam keterangan tertulis menyebut, PT Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) menghormati keberadaan masyarakat adat di seluruh area di mana TPL beroperasi.
“TPL juga berkomitmen mengedepankan dialog terbuka untuk solusi damai dengan masyarakat dalam menghadapi setiap tantangan isu sosial tanpa aksi yang dapat merugikan para pihak,” ujar Salomo.
Dikatakan Salomo, hingga saat ini TPL hanya menerima 10 klaim tanah adat dan sudah diselesaikan dengan Kemitraan Kehutanan Pola Perhutanan Sosial.
Dari daftar 10 klaim tanah adat dimaksud, kata Salomo, nama Op. Umbak Siallagan tidak pernah ada. “Apabila ada klaim, masyarakat bisa mengajukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan TPL sangat menghormati prosedur dan ketentuan yg berlaku terkait masyarakat adat,” tegasnya.
“Kasus ini adalah tindakan kriminal murni yang dilakukan individual dan kami menghormati proses hukum serta peraturan dan undang-undang yang berlaku,” tutupnya. (wol/man/d1)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post