LANGSA, Waspada.co.id – Sebanyak 1.765 karung bawang merah impor ilegal asal Thailand, dan 26 karung pakaian bekas dibakar Bea Cukai Aceh menandai pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang berlangsung di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (TMP) C, Banda Aceh.
Keterangan tertulis yang diperoleh dari Kepala Seksi (Kasi) bimbingan kepatuhan dan Hubungan Masyarakat (Humas) kantor wilayah direktorat jenderal bea cukai Aceh Muparrih, disebutkan bahwa berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan oleh balai karantina hewan, Ikan, dan tumbuhan Nangroe Aceh Darussalam terhadap bawang merah ilegal tersebut, menunjukkan hasil positif mengandung Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) Shallot Yellow Stripe Polyvirus (SYSV) dan tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan.
Dia menjelaskan, jika virus SYSV menyebar hingga ke lahan pertanian di Sigli dan Takengon, maka dipastikan panen dan produksi bawang di Aceh akan mengalami penurunan drastis, menyebabkan kerugian besar bagi para petani.
Barang bukti yang dimusnahkan tersebut merupakan hasil penindakan unit patroli laut bea cukai Aceh pada Rabu, 12 Februari 2025, lalu.
Dalam operasi itu unit patroli laut berhasil menggagalkan upaya pemasukan barang impor ilegal sejumlah 1.768 karung bawang merah dan 28 karung pakaian bekas.
Total nilai barang hasil penindakan ini mencapai Rp755.395.638 dengan potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar kurang lebih Rp1.729.856.115.
Dari jumlah total bawang merah yang disita, sebanyak 1.765 karung dimusnahkan, 2 karung menjadi barang bukti di pengadilan dan 1 karung untuk pengujian laboratorium Karantina. Sementara pakaian bekas yang dimusnahkan berjumlah 26 karung, dan 2 karung lainnya dijadikan barang bukti di pengadilan.
“Pemusnahan dilakukan di dua lokasi. Secara simbolis, acara pemusnahan dilaksanakan di KPPBC TMP C Banda Aceh, sebelum dilanjutkan dengan pemusnahan seluruh barang hasil penindakan di PT. Solusi Bangun Andalas, Lhoknga, dengan cara dibakar. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari proses penyidikan terhadap tindak pidana kepabeanan dan telah mendapatkan persetujuan dari Pengadilan Negeri Lhoksukon pada 3 Maret 2025,” jelas Muparrih, Kamis (13/3).
Tindak pidana kepabeanan yang terjadi dalam kasus ini berupa pengangkutan barang impor yang tidak tercantum dalam manifes, sebagaimana diatur dalam Pasal 7A ayat (2) Undang Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006.
Pemusnahan ini merupakan bentuk nyata komitmen Kanwil bea cukai Aceh dalam menjalankan tugas sebagai Community Protector, yaitu melindungi masyarakat dari barang-barang ilegal dan berbahaya serta memastikan keamanan dan standar produk yang masuk ke Indonesia.
“Kanwil Bea Cukai Aceh akan terus berkomitmen untuk menjaga dan melindungi masyarakat Indonesia dari pemasukan barang yang dapat membahayakan serta mengancam keselamatan bangsa,” ungkap Muparrih. (wol/rid/d2)
Editor: Rizki Palepi
Discussion about this post