MEDAN, Waspada.co.id – Dua tokoh nasional pada 19 Juli 2024, kemarin, bertemu di Rumah Aspirasi Sofyan Tan. Keduanya Dr. Sofyan Tan, Anggota DPR RI dari PDIP yang baru saja terpilih kembali dengan suara terbanyak di Sumatera Utara, dan Dr. H. Sakhyan Asmara, MSP mantan Deputi Menpora dan Plt. Sesmenpora RI yang sekarang berkiprah di Sumatera Utara sebagai Ketua STIKP Medan dan Dosen S2-S3 Fisip USU.
Pertemuan itu hanya bersifat nonformal, tidak ada kaitannya dengan maraknya perbincangan politik dewasa ini, namun keduanya bertemu sebagai sahabat lama, saling bernostalgia karena keduanya sama sama aktivis, dan sama sama pernah bertugas di Jakarta. Sofyan Tan duduk di Komisi X DPR RI, sementara Sakhyan Asmara Pejabat Eselon I di Kemenpora yang merupakan mitra kerja komisi X.
Mengungkapkan kesan tentang Sofyan Tan, Sakhyan mengatakan bahwa ia telah mengenal Sofyan Tan sejak lama, ketika sama sama masih aktif di organisasi kepemudaan.
”Saya dengan Sofyan Tan sudah kenal sejak masih aktif di Organisasi Kepemudaan di Sumatera Utara. Beliau dari Gema Budhis dan Gema Kosgoro dan saya dari Pemuda Pancasila yang pada tahun 90 an sama-sama berkiprah di KNPI,” terangnya, Jumat (19/7).
Pada saat itu, kata Sakhyan, memang Sofyan Tan dikenal sebagai tokoh dari unsur masyarakat Tionghoa yang supel bergaul dan dapat berbaur dengan berbagai elemen masyarakat di Sumatera Utara. Bahkan ia dijuluki salah satu ”Orang Gila” di Indonesia yang ditulis Koran Kompas.
Pada waktu itu Kompas melansir sebuah artikel yang memuat 7 (tujuh) tokoh di Indonesia yang dinilai mempunya ide cemerlang yang sangat sulit dilakukan kecuali bagi orang yang tekun dan berpikiran cerdas penuh pengabdian dan pengorbanan. Kompas menilai salah satu diantaranya ialah Sofyan Tan, karena ia mendirikan sekolah Yayasan Sultan Iskandar Muda dengan kekuatan sendiri menjemput orang-orang miskin tanpa melihat latar belakang agama maupun suku.
“Kepada mereka diberikan pendidikan gratis di Yayasan Pendidikan Sultan Iskandar Muda. Dengan programnya itu Sofyan Tan dikenal sebagai tokoh multikulturalisme dan toleransi.
Jadi, jika dewasa ini, banyak orang bicara tentang toleransi, namun Sofyan Tan sudah melakukannya sejak tahun 1987 ketika pertama sekali ia mendirikan Sekolah Pembauran Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda dengan memberi kesempatan bagi siswa dari multi etnis dan multi agama khususnya kalangan kurang mampu,” terangnya.
“Hingga saat ini sekolahnya terus berkembang dan menjadi Yayasan pendidikan yang besar di Sumatera Utara, dengan tetap mengutamakan murid berasal dari multi etnis, multi agama dan masyarakat kurang mampu. Itulah sebabnya jika melihat Sofyan Tan, terbayang sebagai sosok tokoh yang peduli orang miskin, sampai sekarang,” katanya lagi.
Banyak orang susah dibantu Sofyan Tan agar dapat menempuh Pendidikan. Tidak heran jika dalam Pemilu Legislatif tahun 2024 lalu, Sofyan Tan meraih suara terbanyak DPR RI untuk Daerah Pemilihan seluruh Sumatera Utara.
Sakhyan mengatakan pandangan Sofyan Tan tentang bea siswa untuk pelajar dan mahasiswa sangat penting, terutama mahasiswa kurang mampu.
Sakhyan sangat setuju dengan perndapat Sofyan Tan itu. Bahkan jika dibandingkan urgensinya dengan program “memberi makan siang gratis”, Sakhyan juga sependapat dengan Sofyan Tan bahwa sebaiknya anggaran untuk makan siang gratis itu dialihkan menjadi program pemberian beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa.
“Dengan anggaran yang puluhan triliun, bahkan mungkin lebih dari sertatus triliun rupiah itu jika digunakan untuk pemberian bea siswa, berapa juta rakyat Indonesia akan tertolong biaya pendidikannya. Dan ini tentu sejalan dengan program menuju Indonesia Tangguh,” pungkas Sakhyan. (wol/ari/d1)
Discussion about this post