dan Ekspansinya yang Mengacau Perdamaian
Oleh:
H. Mohammad Said (Alm)
4. Zaman Islam
Hingga memasuki abad ke-7 M. (yaitu dalam zaman Kristen), Romawi masih menguasai Palestina. Tapi di tahun 614 M Raja Chosroes II dari Persia berhasil merampas Yerusalem ibukota Palestina dari tangan Romawi. Chosroes II merusakkan banyak bangunan yang penting termasuk gereja Spulchre. Kerajaan Romawi dewasa itu di bagian timur dikenal bernama Byzantium dengan ibukotanya Constantinopel di bawah pemerintahan Raja Heraclius, yang berhasil merebut kembali Yerusalem tersebut dari tangan Chosroes II, (Raja Heraclius dikenal dalam catatan sejarah pernah dikirimi surat oleh Nabi Besar Muhammad s.a.w. menasehatinya supaya bersedia masuk Islam).
Masa Umar Ibnu Khattab menjadi Khalifah pengembangan Islam semakin lancar. Demikianlah di waktu mencapai tahun 637 M. Islam sudah berhasil menguasai Palestina. Panglima perang Abu Ubaida yang ditugaskan Umar ke sana dengan posisinya yang sudah menguntungkan menyampaikan pesan supaya Byzantium menyerah tanpa syarat. Pihak Byzantium menyetujui asal Khalifah Umar sendirilah yang datang menerima penyerahan, terutama agar segala sesuatunya tidak ada pengrusakan. Keinginan itu diterima dan Umar pun datang ke Yerusalem menerima pengakuan kalah Romawi tanpa syarat.
Sejak itu Palestina dikuasai oleh Islam dan nama Yerusalem dirubah menjadi Baitil Makdis atau ringkasnya: Al Kuds. Walaupun berlangsungnya penyerahan tanpa syarat, namun kalangan pemeluk Keristen tidak mengalami sesuatu yang merugikan kesempatan melanjutkan ibadat agama mereka, yakni suatu peristiwa yang oleh penulis Keristen sendiri dinilai cukup menguntungkan “(so favourable to the Christians)”. Suatu sumber mencatat bahwa Khalifah Umar ketika berada di sana telah membenahi Mesjidil Aqsa yang kemudian di zaman Abdul Malik memerintah di tahun 688 Masehi diperlengkap, di samping bahwa penguasa Islam ini membangun mesjid yang dijadikan kenangan untuk Khalifah Umar dengan nama Kubbet-es-Sahra atau yang kini diperkenalkan dengan Dome of the Rock (oleh kaum Muslim disebut saja: Mesjid Umar).
Mencapai enam abad lamanya Palestina dimiliki oleh penguasa Islam sekaligus berjalannya proses Islamisasi tanpa gangguan, mulai dari periode dynasti Umayyah yang beribukota di Damascus. Di abad ke-8 giliran dynasti Abbasyah yang berpusat di Bagdad, lalu disusul sejak abad ke-9 oleh dynasti Islam yang berpusat di Mesir (Fatimiyah, Ayyubiyah) dan disusul oleh Salahuddin Yusuf Ibnu Ayyub (Saladin, menurut barat).
Di tahun 1099 masa Perang Salib (Keristen kontra Islam) Yerusalem pernah jatuh ke tangan Keristen. Dewasa ini mesjid-mesjid dirubah menjadi gereja, namun ketika Salahuddin berhasil merebut Yerusalem kembali pulih ke-Islamannya. Atas kegiatan Salahuddin mesjid Al-Aqsa direstorasi lagi. Warga Keristen bebas menjadi warga dan menjalankan ibadat agamanya. Dari tahun 1229 sampai 1244 Keristen berkuasa atas Yerusalem, tapi tidak turut dikuasai rumah-rumah suci Islam Al-Aqsa, suatu kebebasan yang berlaku sebagai hasil persetujuan penguasa Keristen Frederick II dengan Ayyubiah Al-Kamil.
Masa Perang Salib orang Yahudi berharap-harap akan dapat kembali ke Palestina bila Keristen berhasil merebutnya dari penguasa Islam. Nyatanya tidak, a.l. karena serdadu-derdadu yang berperang lebih tertarik untuk memiliki harta-harta Yahudi yang selama ini tahu enaknya saja mengorek untuk keringat rakyat Keristen. Keputusan Pope Innocent II di tahun 1215 yang memerintahkan supaya semua orang Yahudi berpakaian khusus supaya dapat dikenal orang lain identitas mereka, adalah tanda antipati masyarakat terhadap Yahudi. Dalam tahun 1239 Pope Gregory IX mengumumkan bahwa Talmud (hukum agama Yahudi bikinan) bertentang dengan Byble dan menghina Tuhan dan Yesus. Diperintahkannya supaya semua kopy Talmud disita dan dibakar. Pengumuman Pope tersebut dilaksanakan dengan giat di seluruh Eropah.
Dalam tahun 1290 Inggris mengusir seluruh pendatang Yahudi dari negerinya. Tahun 1306 Perancis berbuat sama dan berulang lagi di tahun 1322 ketika ribuan yang masuk kembali dengan gelap, serta untuk ketiga kalinya di tahun 1394. Ringkasnya hingga menjelang akhir abad ke-14 orang Yahudi hidup dalam tekanan dan penghalauan. Begitupun setahu bagaimana Turki membuka pintu bagi setiap Yahudi yang kena usir dari Portugis, Spanyol dan Jerman, bahkan kota Constantinopel merupakan kota yang paling banyak dipenuhi oleh orang Yahudi dibanding dengan kota-kota lain di Eropah. Selain Turki rupanya Polandia juga menyambut hangat masuknya orang Yahudi ke negerinya.
Dalam tahun 1244 M, tidak saja Palestina tapi seluruh Syria juga berhasil dikuasai Islam, sekali ini dynasti Mammeluk dari Mesir. Demikian seterusnya ketika di tahun 1516 kerajaan Turki Islam mengambil alih kekuasaan sebagian besar Timur Tengah, termasuk Palestina.
Sebagai telah diungkap di bagian lalu, sejak awal zaman Keristen orang-orang Yahudi sudah diaspora (dienyahkan) dari Palestina, pengenyahan tersebut berlanjut ke masa Islam. Sebelumnya, Yahudi usiran itu sudah menempati berbagai kota di Eropah, di antaranya yang mula-mula agak serasi adalah Spanyol.
Pertukaran kekuasaan dari Keristen ke Islam lalu kemudian di abad ke-14 balik ke Keristen, memungkinkan orang Yahudi untuk memainkan “kesempatan” dalam kesempitan. Tapi kelicikan mereka terbau juga. Tercatat di th. 1391 peristiwa di Sevilla, kota dan propinsi Andalusia di Spanyol ketika masyarakat mengganyang yahudi, banyak mereka terbunuh tanpa ampun. Walaupun lahirnya mereka menyatakan diri masuk Keristen namun tidak dipercaya sebab mereka tetap loyal kepada Yudaisme-nya. Demikian untuk puluhan tahun sisa-sisa mereka masih bisa tinggal hingga tiba masa th. 1492 terjadi pengusiran massal tanpa sempat minta tangguh. Sebagian pindah ke Afrika Utara, sebagian lainnya ke Polandia dan ke Turki, dua negara ini masih bersedia membuka pintu bagi kedatangan pengungsi-pengungsi Yahudi.
Mengenai beradanya Yahudi di Amerika peristiwanya diawali dari masa orang Portugis yang pertama mendatangi benua yang mereka sebut sebagai benua baru itu. Keberhasilan Columbus menjelang akhir abad ke-15 membangkitkan animo Yahudi yang berada di Eropah, terutama di Spanyol dan Portugal untuk pindah ke Amerika. Pilihan utama adalah New Amsterdam, yang kemudian dikenal dengan bernama New York. Mereka datang ada yang berkeluarga, dalam kehidupan ekonomi merupakan golongan menengah seperti penjahit, tukang-tukang, perantara dan pedagang. Dari tingkat ini mereka berhasil mencapai kejayaan sampai jutaan.
Sebelumnya Polandia sudah membuka pintu lebar-lebar menampung masuknya Yahudi yang kena usir dari tempat lain. Di tahun 1501 orang Yahudi di Polandia masih berjumlah 50.000, catatan dalam tahun 1648 sudah mencapai 1.500.000, boleh dikatakan Polandia sudah pernah jadi “tanah air” orang Yahudi sejak masa itu. Belanda juga pernah membuka pintu yaitu masa negara itu bebas dari Spanyol, amat boleh jadi orang Yahudi memberi bantuan materi yang tidak kecil kepada Belanda ketika bangsa ini berjuang membebaskan diri dari Spanyol. Di zaman pemerintahan Oliver Cromwell di Inggris dalam tahun 1657 negeri itu juga pernah membuka pintu untuk masuknya Yahudi. (**)
Penulis adalah Tokoh Pers Nasional dan Pendiri Harian Waspada
BACA JUGA
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 1)
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 2)
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 3)
SEMS NAKOMELINGEN
(GeBIBBELWERKnesis X : 21 – 31)
Naar de kaart van HENRY LANCE in
BUNSENS
Discussion about this post