dan Ekspansinya yang Mengacau Perdamaian
Oleh:
H. Mohammad Said (Alm)
- Komedi Inggris/AS dengan tameng PBB
Segera setelah berakhir perang dunia ke II mulailah permainan politik Inggris dalam rangka membayar janjinya merealisasi deklarasi Balfour.
Sebermula Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Organisation terbentuk dengan charter yang ditandatangani di San Fransisco 26 Juni 1945, yang di antara dasar pendiriannya menyebut bahwa semua bangsa berhak untuk merdeka. Dengan ini berartilah semua bangsa yang masih terjajah berhak untuk memperoleh kemerdekaannya, namun apakah sesuatu bangsa yang sudah tidak bertanah air seperti orang Yahudi itu, berhak juga menuntut suatu tanah air, yang tidak pernah dimilikinya paling sedikit selama 20 abad, masih jadi tanda tanya.
Dalam pada itu dengan bedirinya PBB baru, PBB lama (League of Nations) rupanya me“waris”kan pusakanya kepada organisasi dunia yang baru dilahirkan ini. Mandat yang telah diberika PBB lama kepada Inggris untuk memerintah Palestina oleh PBB baru hak sedemikian diberikan juga kepada mandataris tersebut.
Sejak itu nampak sekali menonjol penyertaan peranan Amerika Serikat dalam memungkinkan lolosnya Yahudi ke Palestina. Langit sudah cerah sekali rupanya bagi Yahudi dan pendukungnya, warga Yahudi di Amerika Serikat siap untuk mengeluarkan biaya berapa saja. Di th. 1946 Inggris dan Amerika Serikat memadukan kegiatan membentuk Anglo-American Committee of Inquiry ke arah merealisasi lolosnya Yahudi ke Palestina itu. Keputusan panitia bersama Inggris-Amerika ini menelorkan rekomendasi
a. Supaya orang Yahudi seketika itu juga diberi kesempatan untuk masuk ke Palestina sekurang-kurangnya sebanyak 100.000 jiwa, dan
b. Supaya Palestina merupakan wilayah yang dipercayakan kepada PBB sementara belum diresmikan Palestina itu milik Yahudi.
Bulan Pebruari 1947 Inggris mengatakan bahwa berhubung dengan berkecamuknya gontok-gontokan bersenjata antara warga Yahudi dengan warga Arab Palestina maka negara itu mengajukan usul supaya Palestina dibicarakan oleh sidang umum PBB. Hasilnya, sebuah panitia badan dunia tersebut yang bernama United Nations Special Committee on Palestina (UNSCOP) dibentuk. Bulan Nopember tahun itu sidang umum PBB mengambil resolusi dari hasil pemungutan suara 33 setuju lawan 13 menentang dan 10 abstain, yang isinya menginginkan,
a. dibentuknya suatu negara Yahudi seluas 56,35% dari seluruh area Palestina (sebelumnya tanah milik Yahudi hanya 5,66%);
b. dibentuknya suatu negara Arab seluas 43% dari seluruh area Palestina (walaupun milik Arab atas tanah dewasa itu seluas 94% dari seluruh area Palestina dengan penduduk 750.000 Arab dibanding 10.000 Yahudi); dan
c. diadakan suatu sektor internasional termasuk kota Yerusalem dan kampung-kampung Arab sekitarnya seluas 0,65% dari seluruh area Palestina yang akan terdiri dari 150.000 Arab dan 100.000 Yahudi.
Untuk kebutuhan pelaksanaan keputusan tersebut ditugaskan pada dewan amanah PBB supaya mempersiapkan diri untuk menjalankan “administrasi” kota suci Yerusalem dan kepada Dewan Keamanan PBB ditugaskan supaya mengawasi tertib pelaksanaan resolusi tersebut.
Keputusan PBB ini ditentang oleh panitia tinggi negara-negara Arab untuk Palestina dan juga oleh enam negara-negara Arab yang menjadi anggota PBB waktu itu, yaitu Mesir, Iraq, Lebanon, Saudi Arabia, Syria dan Yaman.
Demikianlah, tanpa menggantungkan harapan terhadap hasil-hasil diplomasi, pejuang Arab Palestina terus gigih mempertahankan setiap jengkal milik mereka dari aksi penyerobotan pendatang Yahudi yang dari sehari ke sehari membanjir masuk.
Dalam menghadapi resolusi PBB tersebut, Amir Abdullah raja Transyordania segera menggunakan pasukannya untuk merebut kota suci Yerusalem dan Masjidil Aqsa tapi tidak terus menguasai bagian lainnya. Tidak jelas ada tidaknya komitmen Inggris dalam meratakan jalan bagi Amir Abdullah untuk merebut tempat tersebut maupun untuk menghambatnya supaya “ekspansi” Abdullah jangan sampai melewati batas yang nampaknya sedang dalam ancar-ancar sampai di mana Yahudi kelak boleh memiliki Palestina sesuai dengan “konsep” Balfour. Namun tepat dalam kesibukan sedemikian Inggris pun mengumumkan bahwa ia ingin mengakhiri mandat PBB (yang berarti lepas tangan) mulai tanggal 15 Mei 1948. Bersamaan dengan detik berakhirnya mandat ini Yahudi sudah siap dengan rencana memproklamasikan berdirinya negara Israel.
Dalam keinginan yang jujur Sekretaris Jenderal PBB waktu itu, Graaf Bernadotte, yang ditugaskan menjadi penengah mengajukan rencana penyelesaian, tapi masing-masing pihak menolak, terutama pihak Yahudi yang menentang saran Graaf tersebut supaya kota Yerusalem seluruhnya diserahkan kepada Amir Abdullah. Segera setelah tersiar putusan Inggris untuk mengakhiri mandatnya, graaf tersebut pun semakin aktif mencari penyelesaian, namun akibatnya dalam bulan September 1948 ia dan seorang anggota stafnya telah tewas dibunuh oleh ekstremis Yahudi.
Tepat di jam berakhirnya mandat Inggris, di kota Tel Aviv Yahudi pun memproklamasikan berdirinya negara Israel. Presidennya yang pertama adalah Chaim Weizmann, pemimpin organisasi Zionist sesudah Theodor Herzl meninggal. Untuk menjadi perdana menteri tampil Ben Gurion, terroris-pemimpin Yahudi.
Begitu negara Israel diserukan berdiri (proklamatornya Ben Gurion) serta merta presiden Harry Truman di Amerika Serikat mengumunkan pengakuan de fakto untuk negara Yahudi tersebut.
Pengumuman pengakuan de fakto tersebut bukan sekedar begitu saja, sebab yang penting sendiri baik bagi Yahudi maupun bagi Amerika Serikat yang kekayaannya bukan sedikit berasal dari penghasilan pajak jutawan Yahudi, adalah supaya negara Israel itu cukup unggul di segi militer dalam menghadapi keroyokan negara-negara Arab. Tidak heran jika Israel sejak pengakuan de fakto tersebut segera memperoleh dropping yang kontinu, baik modal maupun senjata.
Tidak berapa hari kemudian menyusul pula pengakuan Uni Sovyet kepada Israel, selanjutnya oleh negara-negara tertentu di Eropah dan Latin Amerika. Semua negara-negara itu kemudian mendukung usul masuknya Israel menjadi anggota PBB.
Latar belakang pengakuan negara-negara bukan Inggris dan Amerika sedikit banyak tergambar dari keinginan agar orang-orang Yahudi di negeri masing-masing jangan lagi merongrong kantong rakyat miskin yang selama ini diperas oleh penghisap darah Yahudi itu. Dengan demikian tidak perlu ada penampungan diaspora lagi.
Cukup kelihatan hasrat negara-negara Arab untuk melumpuhkan Yahudi di Palestina itu kalau mungkin menceburkan mereka semua dari partai Palestina ke Laut Tengah. Semangat mereka berjuang menonjol ketika baru saja terdengar proklamasi Yahudi. Semua warga Arab di Palestina melancarkan sabil tanpa hirau bahwa Inggris di saat meninggalkan daerah mandatnya itu telah meninggalkan senjata dan alat-alat perang lainnya kepada dan untuk dimanfaatkan oleh Yahudi. Untuk perjuangan tersebut tidak dapat dikecilkan dukungan aktif pasukan Transjordan (Amir Abdullah). Di waktu itu berhasil juga pihak Arab menundukkan pasukan Yahudi hingga menyerah masa Yahudi ingin menerobos ke dalam Dinding Tembok Yerusalem. Sayangnya, ketika kebutuhan supply alat-alat perang diharapkan maka panglima Inggris yang ditugaskan oleh Inggris memimpin komando Angkatan Perang Transyordania, panglima ini menolak untuk mengirimkan supply tersebut. Dengan ini jelas latar belakang kenapa Inggris memberikan Transyordania kepada Amir abdullah itu dahulu yang saratnya haruslah Angkatan Perangnya dikepalai oleh perwira militer Inggris sendiri.
Perintah resolusi Dewan Keamanan PBB yang diterima oleh kedua pihak ternyata dipergunakan oleh Yahudi untuk membenahi diri, pasukannya yang terkurung diseludupi senjata, sehingga ketika Yahudi merasa cukup kuat iapun serta merta melanggar gencatan senjata. Tanggal 15 Juli 1948 resolusi Dewan Keamanan memerintahkan untuk kedua kalinya gencatan senjata disusul oleh resolusi tanggal 4 Nopember 1948 dan perjanjian Mount Scopus antara pasukan Transyordania dengan Israel, serta disusul kemudian oleh Mesir, Syria dan Lebanon masing-masing terpisah, dengan mana Yahudi berhasil masih pada babak itu apa yang diingininya.
Pada tanggal 11 Desember 1948 sidang umum PBB mengambil resolusi menetapkan:
a. Pengungsi-pengungsi semua harus dapat kembali ke rumahnya masing-masing, a.l. penghuni Arab yang diam di kawasan Israel dapat pulang,
b. Harta mereka yang dirampas harus dipulangkan, dan
c. Ganti rugi
Sesuai dengan taksasi lebih 100.000 Arab Yerusalem tinggal di luar kota mereka dan di luar Palestina. Sebanyak 60.000 dari mereka merupakan korban perguletan pertama di th. 1948 itu dan 40.000 sanak pinak mereka kemudian. Semua mereka berdasar tekad sabil dan anti Yahudinya tidak lagi ingin pulang walaupun resolusi di atas meratakan jalannya, terutama karena Yahudi sudah lebih dahulu mengatur hukum yang mempersempit kesempatan mereka untuk bergerak. (Sumber: The Judaization of Jerusalem, oleh Rouni Al-Khatib, walikota Yerusalem sebelum terusir).
Sejak itu kedudukan Yahudi di wilayah yang diproklamasikannya menjadi negara Israel itu bertambah kuat. Mengenai perkembangan, tegasnya kegagalan pihak Arab untuk mengusir Yahudi itu, seorang penulis berinisial E.H.S. dalam buku “The Middle East”, 1957, penerbit Europe Publications Ltd, London, memberikan versi yang agaknya diperolehnya dari fakta terpercaya, bahwa kegagalan Liga Arab (Mesir, Saudi Arabia, Tran-Jordan, Syria, Libanon dan Iraq) untuk merebut Israel adalah sebagian karena ketiadaan bersatu antara negara-negara Arab itu sendiri. Pertentangan dinasti dan saling cembutu telah menghambat terbentuknya suatu persatuan komando pasukan Arab. Iraq dan Saudi Arabia terlalu jauh bergerak dari Palestina untuk mendatangkan kegiatan militer. Lebanon, sebuah negara kecil terdiri dari warga Arab yang memeluk agama sebagian Keristen, juga kurang berminat untuk membantu. Syria bersama kontinen Iraqi sekedarnya mencoba menerobos timur laut Palestina gagal maju. Labih ke selatan Legion Arab yang dibiayai dan dikomando oleh perwira Inggris atas desakan Inggris sendiri menghentikan ofensifnya, kuatir bila Amir Abdullah yang dikelilingi oleh golongan negara Arab sendiri yang justru mencurigainya, gagal, akan berakibat ia kehilangan mahkota, seperti yang sudah dialami oleh ayahnya, Syafif Husein. Di antara negara anggota Liga Arab yang paling kuat adalah Mesir, tapi pasukan negara tersebut kurang terdidik, sedangkan jalur yang harus ditempuhnya lewat padang pasir Sinai sangat jauh. Walaupun banyak kerusakan diderita kota Tel Aviv sebelum Israel memperoleh pesawat mampu tempur, serangan Mesir nyatanya gagal. Di lain pihak Israel sendiri memperoleh banyak sekali alat-alat tempur berat modern yang membanjir dari Eropah dan Amerika Serikat, sehingga ketika Israel melakukan tegenofensif ia berhasil dengan segera memukul lawannya. Jalan ke Yerusalem terbuka lebar, Galilee dibersihkan, seluruh Negev samapi ke teluk Aqaba berhasil dikuasai oleh Israel. Peninjau PBB tidak lebih dari wasit di pertandingan bola, bukan sebagai badan yang bisa mencegah pertempuran. Dua gencatan senjata telah dikeluarkan, gencatan senjata yang kedua hanya menghasilkan penghentian perang, bukan suatu perjanjian damai. Israel berhasil memperoleh lebih tanah daripada yang dicadangkan padanya oleh rencana pembagian. Apa yang berhasil tinggal untuk Arab hanyalah sebagian kota Yerusalem, bukit-bukit Nablus dan Hebron, dataran Jordan semuanya untuk kerajaan Transjordan dan pinggiran Gaza untuk Mesir. Demikian kesimpulan dalam buku “The Middle East” di masa terhentinya perang terbuka Arab-Yahudi th. 1948 tersebut.
Akibat perang ini lebih kurang sejuta warga Arab Palestina terpaksa mengungsi dari tanah air mereka. Mereka berpencar ke berbagai daerah Arab, yang paling dekat adalah di wilayah Libanon dan Jordan. Kaum pengungsi ini tidak tinggal diam, walaupun badan PBB menyantuni mereka. Perjuangan gerilyawan berkecamuk terus dan inilah yang dihadapi oleh Israel sepanjang masa hingga kini.
Dalam th. 1956 meletus perang antara Mesir dengan Inggris, Perancis dan Israel. Ketiga negara itu mengeroyok Mesir akibat nasionalisasi Terusan Suez oleh Mesir yang juga sekaligus melarang kesempatan kapal-kapal Israel melintas di situ. Juga Mesir memblokkade Selat Tiran. Mesir gagal menghadapi pengeroyokan tersebut, namun Dewan Keamanan PBB mengambil keputusan memerintahkan ketiga negara tersebut keluar dari daerah-daerah Mesir yang sudah diduduki mereka. Kelihatannya Amerika Serikat menantang sekali aksi pengeroyokan tiga negara sekutunya itu, yang latar belakangnya dapat diteliti dari kekuatiran Amerika Serikat akan berkecamuknya perang dunia ke III karena info-info negara kapitalis tersebut mengungkap bahwa Uni Sovyet akan terjun menggunakan kesempatan dalam kesempitan untuk menguasai Timur Tengah yang di kala itu sudah cukup hebat produksi minyaknya. (**)
Penulis adalah Tokoh Pers Nasional dan Pendiri Harian Waspada
BACA JUGA
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 1)
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 2)
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 3)
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 4)
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 5)
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 6)
SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 7)
SEMS NAKOMELINGEN
(GeBIBBELWERKnesis X : 21 – 31)
Naar de kaart van HENRY LANCE in BUNSENS
Discussion about this post