JAKARTA, Waspada.co.id – Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati berpendapat film dokumenter ‘Dirty Vote’ yang berisi berbagai desain kecurangan Pemilu 2024 dapat mempengaruhi keputusan masyarakat dalam memilih capres-cawapres saat pencoblosan pada Rabu besok (14/2).
“Film fenomenal yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono itu berpotensi mengubah pilihan pemilih. ‘Dirty Vote’ seolah membuka mata para pemilih melalui diungkapkannya praktik manipulasi aturan yang selama ini terang benderang terjadi di balik layar pemilu,” kata Wasisto, melansir Inilah.com di Jakarta, Selasa (13/2).
“Secara langsung memang memengaruhi pemilih ya, terutama pemilih kritis karena memang mereka kemudian seolah bisa mengambil banyak kesimpulan dari film itu,” lanjut dia.
Kendati demikian, menurut alumni Universitas Gadjah Mada itu perubahan suara pemilih tidak akan terjadi begitu signifikan. Hal ini lantaran waktu penayangan film yang terlalu mepet hari pencoblosan.
Padahal, lanjut Wasisto, film ini dapat menyadarkan publik dalam segmen yang lebih besar bila diunggah pada waktu yang tepat, yakni awal atau pertengahan masa kampanye.
“Karena saya pikir di momen terakhir ini publik pun sudah tersegmentasi dengan pilihan politik yang ada sehingga peluang untuk merubah peta pemilih itu tidaklah sebesar ketika itu yang idealnya harus diluncurkan tengah masa kampanye di tahun lalu sebenarnya,” tutur Wasisto.
Wasisto juga menyebutkan pihaknya belum dapat memastikan seberapa besar “Dirty Vote” dapat memengaruhi elektoral masing-masing paslon capres cawapres. Ia melihat, publik masih membutuhkan waktu untuk mencerna substansi film ini sebelum dapat mengubah persepsinya terhadap paslon tertentu.
“Perlu analisa lebih mendalam ya karena pengaruh film dan persepsi itu kan belum bisa dikaji kalau dalam hitungan 1-2 hari ya artinya idealnya tuh ada jeda antara realis dengan mengukur persepsi publik ya,” ujarnya, menerangkan.
Film dokumenter ‘Dirty Vote’ berhasil menarik perhatian publik dengan mencatatkan 3,1 juta penonton hanya dalam waktu kurang dari 24 jam sejak dirilis di YouTube. Film ini, yang juga menampilkan analisis dari akademisi Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar, diproduksi dengan dana patungan dari kolaborasi lintas organisasi masyarakat sipil.
Produser “Dirty Vote,” Joni Aswira, menyebutkan biaya produksi film ini diperoleh melalui crowdfunding dan sumbangan dari individu serta lembaga.
Beberapa saat setelah ‘Dirty Vote’ dirilis pada Minggu (11/2/2024), TKN Prabowo-Gibran langsung menggelar konferensi pers. Wakil Ketua TKN, Habiburokhman mengatakan sebagian besar yang disampaikan film ‘Dirty Vote’ adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah.
Adapun pada Senin (12/2/2024), Ketua Dewan Pengarah TKN, Airlangga Hartarto mengatakan film tersebut adalah black movie dan black campaign.
Berbeda dengan kubu calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3 Ganjar-Mahfud yang menilai positif film ‘Dirty Vote’ karena dapat mengedukasi dan meningkatkan literasi politik Indonesia.
Begitu pun kubu Capres-Cawapres nomor urut 1 Anies-Muhaimin menilai karya film dokumenter tersebut adalah cara masyarakat merespons berbagai praktik kecurangan pada pesta politik tahun ini sekaligus memberikan edukasi bagi pemilih. (wol/inilah/pel/d1)
Discussion about this post