MEDAN, Waspada.co.id – Tarif resifrokal AS jelas akan mempengaruhi harga komoditas Sumut seperti sawit, karet, ikan, kopi dan yang lainnya. Karena di saat AS mengenakan kenaikan tarif, maka ada potensi terciptanya pembentukan supply atau persediaan yang baru.
Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin, menuturkan di dalam konteks saat ini, demand berpeluang untuk mengecil, yang akan menambah sisi pasokan atau supply sehingga harganya berpeluang untuk turun.
“Sebagai contoh, harga CPO dunia saat ini tengah mengalami tekanan. Harga CPO pada 3 April masih ditransaksikan di kisaran level 4.525 ringgit per ton, dan saat ini ditransaksikan di kisaran harga 4.244 ringgit per tonnya. Demikian halnya juga dengan harga karet yang turun dari $1.90 per Kg (3 April), saat ini ditransaksikan dikisaran $1.56 per Kg nya,” tuturnya, Kamis (10/4).
Kebijakan kenaikan tarif yang dilakukan AS telah nyata memberikan tekanan pada harga komoditas unggulan Sumut. Dan yang lebih parahnya muncul ketidakpastian harga di masa yang akan datang.
“Karena perang dagang kian memanas belakangan ini. Situasi seperti ini jelas merugikan Sumut, dan saat ini kita belum juga melihat dimana titik terendah harga yang akan terbentuk,” ungkapnya.
Salah satu yang dikhawatirkan dari perang dagang saat ini adalah kemungkinan perusahaan tutup karena menjadikan AS pangsa pasar utamanya. Walaupun ekspor Sumut tidak melulu ke AS, namun beberapa perusahaan di Sumut justru menjadikan AS pangsa pasar utamanya.
“Selain karet, sawit dan kopi, ada perusahaan ekspor produk ikan ke AS yang saat ini kuatir akan nasib ekspornya ke AS,” katanya.
Eksportir memang diuntungkan saat mata uang rupiah melemah terhadap US Dolar. Seperti yang terjadi saat ini dimana US Dolar menguat dekati 17.000. Namun, yang paling substansial adalah barang tersebut harus mampu diserap pasar.
“Jadi tidak ada gunanya berbicara mengenai pelemahan rupiah, atau harga komoditas ekspor naik kalau barangnya tidak laku di pasar,” ucapnya.
Lalu, kebijakan kenaikan tarif bisa membuat pembeli beralih (subtitusi) ke barang yang lebih bersaing. Atau tidak melakukan pembelian sama sekali karena harga yang sudah terbilang mahal.
“Rakyat AS saat ini membayar mahal untuk semua jenis barang yang masuk ke negaranya. Dan sudah pasti akan merugikan eksportir dari negara manapun yang mengandalkan permintaan dari AS. Untuk menyelematkannya kita bergantung pada hasil negosiasi tarif, dan bergantung pada deman dalam negeri (domestic consumption),” tandasnya.(wol/eko/d1)
Editor: Ari Tanjung
Discussion about this post