Oleh:
Sutrisno Pangaribuan
MEDAN, Waspada.co.id – Penunjukan Penjabat (Pj) Bupati dan Wali Kota di Sumatera Utara (Sumut) menjadi salah satu yang paling buruk. Semua hanya didasarkan pada kepentingan seseorang atau kelompok tertentu menjelang Pilkada serentak 27 November 2024 mendatang.
Sebelumnya ada kebijakan Mendagri mengangkat Sekretaris Daerah (Sekda) menjadi Pj Bupati dan Pj. Wali Kota, seperti Pj Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) dan Pj Wali Kota Tebingtinggi, pertama kali. Namun Mendagri kembali mengubahnya, karena Sekda dianggap tidak netral (dapat dipengaruhi kepentingan politik calon kepala daerah). Namun kini, Pj Bupati dan Pj. Wali Kota justru diangkat dari Sekda.
Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Edy Rahmayadi mengambil sumpah jabatan dan melantik Sekda Kota Tebingtinggi Muhammad Dimiyathi S.Sos M.TP, menjadi Penjabat (Pj.) Wali Kota Tebingtinggi dan Yetti br Sembiring S.STP M.Si, Sekda Kabupaten Tapteng di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman, Medan (24/5/2022) lalu.
Namun Pj. Wali Kota Tebingtinggi diganti oleh Drs. Syamardani MSi, Direktur Politik Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri yang dilantik (24/5/2023).
Bahkan khusus Pj. Bupati Tapteng, Mendagri berulangkali mengganti dengan alasan ‘netralitas’. Sebelumnya Mendagri menetapkan Yetti br Sembiring S.STP M.Si menjadi Pj. Bupati Tapteng, dan dilantik (24/5/2022).
Kemudian Dr. Elfin Elyas Nainggolan M.Si, Inspektur Wilayah III Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, dilantik menjadi Pj. Bupati Tapteng (14/11/2022). Lalu Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Hassanudin melantik Sugeng Riyanta sebagai Pj Bupati Tapteng (15/11/2023).
Sebaliknya, Mendagri justru kembali mengangkat Patuan Rahmat Syukur Hasibuan, Sekda Kabupaten Padanglawas Utara (Paluta) menjadi Pj. Bupati Paluta. Lalu Mendagri mengangkat Letnan Dalimunthe Sekda Kota Padangsidimpuan, menjadi Pj. Wali Kota Padangsidimpuan.
Demikian juga dengan perlakuan khusus istimewa kepada H.M. Faisal Hasrimy, Sekda Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) menjadi Pj. Bupati Langkat. Terbaru adalah pemberian hak kesulungan dan istimewa diberikan Mendagri kepada Wiriya Alrahman, Sekda Kota Medan, diangkat menjadi Pj Bupati Deliserdang.
Namun Mendagri atau aktor intelektual penentu Pj. Kepala Daerah khusus Sumut memberi perlakuan berbeda, diskriminatif kepada Indra Simaremare, Sekda Tapanuli Utara (Taput), nama yang diusulkan DPRD Taput untuk menjadi Pj. Bupati Taput.
Mendagri justru memberi karpet merah kepada Direktur Penyerasian Sosial Budaya dan Kelembagaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), Dr Dimposma Sihombing menjadi Pj. Bupati Taput.
Mendagri seharusnya berpedoman secara konsisten terhadap Peraturan Mendagri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Wali Kota. Dalam ketentuan tersebut, Pj. Kepala Daerah sejatinya menjunjung tinggi profesionalitas, imparsial, dan bebas dari pengaruh kepentingan politik tertentu.
Namun adanya tindakan berbeda, diskriminatif terhadap Sekda Taput menunjukkan bahwa Mendagri tidak profesional, tidak imparsial, dan kental aroma kepentingan politik pihak tertentu. Atau Mendagri tidak berdaya menolak order dari aktor intelektual yang memilki kuasa lebih besar dari Mendagri.
Ironinya, tidak ada satu pihak pun yang berani bersuara atas tindakan berbeda dan diskriminatif tersebut. Tidak ada legislatif dari pusat hingga daerah, organisasi non pemerintah baik LSM, Ormas, OKP, Ormawa, atau kelompok kritis, civil society, social movement yang memberi perhatian dan reaksi atas sikap berbeda dan diskriminatif Mendagri di Sumut. Padahal tindakan tersebut pasti akan berdampak buruk bagi kehidupan politik dan demokrasi di Indonesia.
Tindakan berbeda dan diskriminatif tersebut adalah ‘abuse of power’ yang harus dilawan. Kita tidak boleh membiarkan seseorang atau kelompok memiki kekuasaan tanpa kontrol. Sebab kita seharusnya hanya taat kepada Tuhan, patuh kepada hukum dan keadilan, dan setia kepada rakyat”. Bukan kepada kekuasaan politik keluarga (KPK). (**)
Penulis Adalah Fungsionaris DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara (Sumut)
Discussion about this post