JAKARTA, Waspada.co.id – Islam telah menggarisbawahi pentingnya menjaga hubungan tali silaturahim. Siapa pun yang berharap mendapatkan tambahan rezeki, doa kebaikan bagi keturunan dan keberkahan dalam kehidupannya, seharusnya memprioritaskan menjaga hubungan baik dengan kerabat dan sesama.
Dalam perspektif Islam, hubungan tali silaturahim bukan hanya sebagai kewajiban sosial, melainkan juga merupakan sarana yang dianugerahkan Allah SWT untuk menambahkan rezeki serta memberikan berkah dalam kehidupan dan keturunan seseorang.
Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta, menjelaskan, hubungan tali silaturahim memiliki peran yang signifikan dalam mengarahkan seorang Muslim kepada keberkahan dan kelimpahan rezeki.
Dengan menjaga dan memperkuat ikatan dengan kerabat serta sesama, seseorang membuka pintu-pintu rahmat dan berkah dari Allah SWT.
Karena itu, dalam praktik kehidupan sehari-hari, penting bagi umat Islam untuk senantiasa memelihara hubungan baik dengan keluarga dan masyarakat di sekitarnya sebagai bagian dari upaya mendapatkan ridha dan berkah dari Sang Pencipta.
Bentuk ikatan silaturahim yaitu berupa kunjungan dan komunikasi. Dalam syariat Islam pun, seorang Muslim harus menjaga hubungan silaturahim dengan kunjungan dan komunikasi telepon.
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ فَقَالَ الْقَوْمُ مَا لَهُ مَا لَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَبٌ مَا لَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا
Dari Abu Ayyub Al Anshari radliallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki berkata; “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke surga.” Orang-orang pun berkata, “Ada apa dengan orang ini, ada apa dengan orang ini.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Biarkanlah urusan orang ini.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melanjutkan sabdanya, “Kamu beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya, menegakkan sholat, dan membayar zakat serta menjalin tali silaturahim.” Abu Ayyub berkata, “Ketika itu beliau berada di atas kendaraannya.”
Direktur Departemen Fatwa Lisan Dar al-Ifta Mesir, Syekh Uwaidah Utsman memaparkan, ayat-ayat suci Alquran dan hadits Nabi Muhammad SAW menyerukan untuk menjaga tali silaturahim atau hubungan kekerabatan.
Dia juga menjelaskan, yang dimaksud ‘rahim’ yaitu kerabat di pihak pria dan perempuan, baik itu ayah maupun ibu.
“Sedangkan makna ‘silah’ (hubungan/ikatan) adalah kebaikan kepada kerabat baik dalam bentuk perkataan dan perbuatan. Ini termasuk mengunjungi mereka, memeriksa kondisi mereka, bertanya kabar mereka, membantu mereka yang membutuhkan, dan memperjuangkan kepentingan mereka,” kata dia.
Syekh Utsman juga menekankan, menjaga ikatan kekerabatan atau silaturahim itu diutamakan. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرَاً أَو لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، ومَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam. Siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya” (HR Bukhari)
“Tiga hal, yaitu menghormati tamu, menjaga silaturahim, dan mengeluarkan perkataan yang baik, adalah bentuk saling tolong-menolong dan kasih sayang. Rasulullah mengaitkan hal itu dengan keimanan. Jadi, orang yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir pastilah ia tidak memutuskan silaturahim (hubungan kekerabatan), karena, ini adalah tanda keimanan seseorang,” kata Syekh Utsman.(wol/republika/mrz/d2)
Discussion about this post