LHOKSEUMAWE, Waspada.co.id – Memperingati milad Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) pada aksi demo, di Taman Riyadhah Lhoksemawe, Senin (18/3), mengeluarkan pernyataan tegas terkait pengakuan Presiden Jokowi mengenai pelanggaran HAM berat di Indonesia, khususnya di Aceh.
Jumar, selaku Korlap aksi mengatakan institusi publik, seperti Polisi, Militer, dan Peradilan sering menjadi instrumen penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia secara sistemik dalam masyarakat yang mengalami konflik atau otoritarianisme.
Pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Aceh selama konfik dari tahun 1976 sampai 2005 telah memakan korban sekitaran 30 ribu jiwa lebih warga sipil Aceh.
“Pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh negara mempunyai hak atas reparasi, negara yang melakukan atau gagal mencegah pelanggaran, mempunyai kewajiban hukum untuk memberikan reparasi. Reparasi ini tidak bisa dihindari oleh negara karena mereka yang paling rentan terhadap pelanggaran HAM. Reparasi harus dirancang dan dilaksanakan dengan cara yang dapat mengubah kondisi yang tidak setara dan tidak adil ini bagi keluarga korban pelanggaran HAM konflik Aceh,” ujar Jumar.
Jumar melanjutkan, hak untuk mengetahui keadaan pelanggaran serius terhadap para korban dan siapa yang bertanggung jawab sangat penting untuk ditegakkan. Mengingat rezim yang represif seringkali dengan sengaja menulis ulang sejarah dan menyangkal kekejaman demi melegitimasi diri mereka sendiri.
Sementara itu Rizal Bahari selaku Ketua SMUR Lhoksemawe, mengatakan kompensasi atau pembayaran uang hanyalah salah satu dari berbagai jenis reparasi material, jenis lainnya mencakup restitusi hak-hak sipil dan politik, rehabilitasi fisik, dan pemberian akses terhadap tanah, perumahan, layanan kesehatan, dan layanan pendidikan, yang harus dipenuhi oleh negara kepada korban konflik Aceh.
“Reparasi juga dapat berupa pengungkapan kebenaran mengenai pelanggaran itu sendiri dan memberikan jaminan bahwa pelanggaran tersebut tidak akan terulang kembali,” tuturnya.
Dalam menanggapi hal ini, SMUR menegaskan sikapnya dengan serangkaain tuntutan, yaitu; mendesak negara segera bertanggung jawab serta melakukan pemulihan atas pelanggaran HAM yang terjadi.
Memberikan reparasi kepada para korban mencakup restitusi hak-hak sipil dan politik, rehabilitasi fisik, dan pemberian akses terhadap tanah, perumahan, layanan kesehatan, dan layanan pendidikan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Serta memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali.
Selanjutnya, mendesak negara bertanggung jawab untuk melakukan proses hukum terhadap mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
SMUR juga mengutuk keras atas kelalaain negara dalam menyelesaikan seluruh pelanggaran hak asasi manusia baik berat maupun ringan yang terjadi di masa lalu. (wol/jal/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post