Apresiasi Ormas Keagamaan Tolak Konsesi Tambang
Sementara itu, heboh pemberian izin tambang kepada Ormas keagamaan, memunculkan berbagai reaksi. Di antaranya penolakan oleh Ormas keagamaan.
“CERI memberikan apresiasi kepada Ormas keagamaan di luar NU yang menyatakan menolak menerima penawaran prioritas izin tambang dari pemerintah berdasarkan PP 25 Tahun 2024 itu. Penolakan ini, dapat diartikan mereka justru telah mengkaji dan memahami peraturan perundang undangan, dan ini justru mempertegas wilayah dan akan bergerak serta bertanggung jawab pada pembinaan umat, agar semakin baik,” ungkap Yusri.
Yusri menambahkan, CERI juga mendorong Ormas keagamaan untuk fokus pada pembinaan umat dan tidak ikut tercemar, bahkan sampai dapat merusak nama baik dengan bergelut di bisnis tambang, yang berpotensi dapat merusak lingkungan, apalagi harus diakui banyak wilayah pertambangan terlihat telah merusak lingkungan dan di sering disebut banyak mafianya di berbagai media.
Keluarnya pernyataan Menteri LHK Siti Nurbaya yang mendukung pemberian tambang ke Ormas keagamaan ketimbang setiap hari mengajukan proposal terkesan narasi yang disampaikan seolah-olah mencerminkan adanya ormas yang setiap hari meminta sumbangan. Ini saya nilai sangat janggal.
“Kami mohon Ibu Siti Nurbaya Bakar menyebutkan nama Ormasnya, agar publik paham, atau jangan jangan Ibu telah ditipu oleh staf di bawahnya terkait adanya uang keluar dengan menjual nama Ormas? Kami mohon dijelaskan supaya terang benderang semuanya, kami harap BPK RI dan BPKP RI bisa mengusut dana taktis yang dikeluarkan KLHK,” ungkap Yusri.
Tak Dapat Dipidana
Sementara itu, mengenai penerbitan izin tambang, Yusri Usman mengatakan, menurut keterangan Dr Simon Sembiring, mantan Dirjen Minerba dan arsitek UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 kepadanya, Dr Simon Sembiring mengaku terkejut atas hilangnya Pasal 165 UU Nomor 4 Tahun 2009 di Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 165 UU Nomor 4 Tahun 2009 berbunyi, “Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah.”
“Wah, Bahlil dan Arifin Tasrif tak bisa dipidana katanya,” ungkap Yusri menirukan keterangan Dr Simon Sembiring setengah berkelakar.
Sebagaimana dilansir Majalah Tempo, Luhut menentang ide yang kemudian menjadi kebijakan pemberian izin pertambangan untuk organisasi keagamaan berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Bagi Luhut, rencana Bahlil itu bertentangan dengan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara atau UU MInerba. Perdebatan itu mengantarkan pada Luhut yang menuding Bahlil memiliki konflik kepentingan dalam pemberian WIUPK untuk ormas keagamaan.
Pelepasan PKP2B
Menyoal tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Yusri mengatakan, sebelumnya relinquish atau pelepasan lahan PKP2B dijadikan sebagai Wilayah Pencadangan Negara (WPN), untuk dapat dijadikan konversi energi dan cadangan ketahanan energi di masa depan.
“Tetapi muncul kebijakan aneh, lahan relinquish (pelepasan) justru akan diberikan kepada Ormas keagamaan. Perkiraan kami jika ini terjadi maka produksi batubara nasional pada akhir tahun 2024 akan mendekati 1 miliar metrik ton per tahun,” ungkap Yusri.
Sebab, kata Yusri, berdasarkan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) selama 3 tahun yang dikeluarkan oleh Ditjen Minerba Kementerian ESDM diperoleh jatah produksi tahun 2024 sebesar 922 juta metrik ton, pada tahun 2025 sebesar 912 juta metrik ton dan pada tahun 2026 sebesar 920 juta metrik ton yang merupakan produksi dari 508 IUP dan IUPK batubara, angka itu di luar produksi tambang Ormas keagaamaan jika berjalan. “Edan opo?” ketus Yusri.
Harusnya Revisi UU Minerba
Sebelumnya, menyangkut organisasi kemasyarakatan (Ormas) bisa mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) melalui perusahaannya, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ini tidak perlu ada. Sebab, UU Nomor 3 Tahun 2020 sudah menyebutkan bahwa IUP bisa diberikan kepada perorangan, koperasi atau badan usaha berbadan hukum.
“Jadi UU itu sendiri sudah memberikan kemungkinan berusaha bagi setiap perusahaan yang berbadan hukum. Jadi kalau Ormas punya perusahaan berbadan hukum, otomatis berhak mengajukan IUP. Oleh sebab itu, menurut kami PP ini hanya tipu menipu penguasa kepada Ormas. Barangkali seolah-olah memberi imbal jasa atas dukungan politik yg berkuasa?” ungkap Mantan Dirjen Minerba Dr. Simon F Sembiring, Sabtu (1/6/2024) di Jakarta.
Lebih lanjut, Simon mengungkapkan, tentang membuka peluang bagi PT Freeport Indonesia (PTFI) dan lainnya untuk diperpanjang sampai dengan habis cadangannya, ini juga menyalahi UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020.
“Harusnya UU yang dirobah, bukan PP. Cadangan tidak pernah tahu keseluruhan pada masa 8 tahun eksplorasi pertama. Jadi masa produksi 30 tahun sudah cukup alasan, tidak ada keharusan memperpanjang! Kalau eksplorasi pada saat masa produksi, itu menjadi investasi yang dapat dikonsolidasi jadi cost/biaya sehingga bisa mengurangi profit yang berakibat mengurangi pajak alias mengurangi penerimaan negara,” beber Simon.
RPP KEN Tak Relevan?
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Dina Nurul Fitria, mengungkapkan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional (KEN) akan disahkan dalam masa sidang V DPR RI
Terkait hal itu, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto Nugroho mengutarakan, kalau pemerintah tidak mengontrol dan mengendalikan produksi batubara, ditambah lagi memberikan konsesi tambang ke Ormas keagamaan, pada akhirnya produksi batubara akan lebih dari 1 miliar metrik ton per tahun. (wol/rls/asred/d2)
Discussion about this post