JAKARTA, Waspada.co.id – Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Pusat tengah mempertimbangkan upaya hukum atas pelarangan jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Ketiadaan opsi pengenaan jilbab bagi Paskibraka diatur dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Nomor 35 tahun 2024.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum PPI Pusat Gousta Feriza saat mengadukan kasus ini ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Kamis (15/8/2024). “Sedang dikaji ke arah sana ya (pelaporan hukum),” kata Gousta kepada wartawan setelah pengaduan itu.
Gousta menyampaikan, aduan ke KPAI dilakukan sebagai tindak lanjut sikap PPI Pusat atas kesewenangan BPIP melarang jilbab bagi paskibraka. “Ini tindak lanjut dari konferensi pers kemarin,” kata Gousta.
Gousta mengatakan, anggota Paskibraka sebagian masih berusia anak. Sehingga Gousta merasa pelaporan ke KPAI sudah tepat sesuai mandat lembaga tersebut.
“Kami terus kawal bahwa pelaksanaan Paskibra sesuai aturan dan kenapa kami konsultasi ke KPAI karena mengingat pesertanya masih usia anak menurut UU. Segala perlakuan terhadap mereka tidak bisa dilepaskan dari UU perlindungan anak,” ujar Gousta.
Gousta juga menegaskan para paskibraka punya hak untuk mengenakan jilbab. Sebab hal itu merupakan bagian dari pelaksanaan kebebasan beragama. “Ada kewajiban negara untuk melindungi kebebasan anak dalam beragama,” ujar Gousta.
Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan memandang adanya aspek pelanggaran hukum di balik pelarangan penggunaan jilbab. Chandra merujuk pada UUD 1945 yang memberikan jaminan, perlindungan untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan agamanya. Hal ini diatur dalam Pasal 28E ayat (1) jo Pasal 29 ayat (1) dan (2).
“Berdasarkan prinsip Non Derogability yaitu negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apapun,” kata Chandra kepada Republika, Kamis (15/8/2024).
Chandra menyebut berdasarkan Pasal 4 UU 39/1999 tentang HAM mengatur Hak Beragama merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. “Ini termasuk untuk mengenakan jilbab sebagai syarat dalam Paskibra,” ujar Chandra.
Chandra juga menegaskan pemakaian hijab bagi muslimah sepenuhnya merupakan hak asasi. Hak itu tidak bisa dilarang oleh siapapun. “Dengan demikian peraturan pelarangan penggunaan hijab adalah suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan secara hukum baik hukum Internasional maupun hukum Nasional,” ujar Chandra.
Oleh karena itu, Chandra mendorong agar aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan atas hal tersebut. Sebab pelarangan yang termaktub dalam syarat dan/atau terdapat perintah membuka hijab adalah pelanggaran hukum.
“Pelarangan hijab adalah potret buruk toleransi, diskriminasi dan kebencian verbal yang ditampakkan secara terbuka. Toleransi hanya seolah jargon kosong dan tampak tidak berlaku jika berkaitan dengan Islam dan umat Islam,” ujar Chandra.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengukuhkan sebanyak 76 putra-putri Indonesia dari 38 provinsi menjadi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 yang akan bertugas pada HUT ke-79 RI tanggal 17 Agustus 2024 di Istana Negara IKN, Provinsi Kalimantan Timur. Upacara pengukuhan digelar di Istana Garuda IKN, Selasa (13/8/2024).
Hanya saja, hal itu tercoreng dengan 18 perwakilan Paskibraka 2024 perempuan dari 18 provinsi yang terpaksa mencopot jilbab karena ketentuan melarangnya. Dalam foto-foto yang didapatkan Republika, 18 Paskibraka perempuan tersebut memang kesehariannya memakai jilbab. Namun, saat pengukuhan, mereka harus mencopot jilbabnya.
Kepala BPIP Yudian Wahyudi berkelit dengan menyebut paskibraka muslimah melepas jilbabnya dengan sukarela. (wol/republika/mrz/d2)
Discussion about this post