MEDAN, Waspada.co.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andri Rico Manurung dinilai memberi perlakuan spesial terhadap terdakwa KDRT berinisial SH. Pasalnya, sampai saat ini terdakwa tidak ditahan.
Kuasa hukum korban, Paul J J Tambunan, mengungkapkan perlakuan yang luar biasa yang diberikan JPU dari Kejari Padang Lawas (Palas) itu kepada terdakwa. Selain tidak ditahannya terdakwa, jaksa juga hanya menuntut 1 tahun penjara.
“Padahal dalam isi Pasal 44 Ayat 1 UU KDRT Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun atau membayar denda sebesar Rp15 juta,” katanya kepada Waspada Online, Kamis (28/2).
Paul menjelaskan, fakta fakta yang terungkap dalam persidangan diantaranya keterangan saksi, keterangan terdakwa, bukti surat visum dan petunjuk.
“Bahwa berdasarkan fakta persidangan yang terdiri dari berbagai alat bukti, keterangan saksi dan bukti surat serta keterangan terdakwa, maka terbentuklah fakta hukum benar telah terjadi tindak pidana kekerasan fisik KDRT, serta hasil pemeriksaan psikologi korban ada trauma akibat mengalami Kekerasan yang terjadi terus menerus” ujar Paul.
Menurut Paul, meski kontruksi unsur terbukti. Namun JPU Andri Riko Manurung, SH tidak melihat fakta dan hal-hal yang memberatkan sebagai dasar permohonan tuntutannya
“JPU dalam tuntutannya terkesan hanya memberikan tuntutan 1 tahun tanpa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan Terdakwa, apa lagi hingga saat ini Terdakwa dan Korban belum ada perdamaian.
“JPU Andri Riko Manurung, juga tidak mempertimbangkan urgensi penegakan hukum dalam kasus KDRT dan untuk apa adanya Lembaga Negera Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang merupakan sebuah lembaga negara yang independen untuk penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia,” tegasnya.
Atas nama kuasa hukum korban KDRT, kata Paul, pihaknya meminta Majelis Hakim Objektif untuk mengadili sesuai dengan hati nuraninya/ keyakinannya tanpa dipengaruhi oleh apapun.
“Hakim bebas memeriksa, membuktikan dan memutuskan perkara berdasarkan hati nuraninya. untuk melakukan pemeriksaan kembali perkara atas nama terdakwa SH untuk menjatuhkan vonis yang maksimal sesuai dengan fakta fakta persidangan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Jenti Mutiara selaku korban mengungkapkan bahwa dirinya sering mendapat tindakan dugaan KDRT dari mantan suaminya tersebut selama bertahun-tahun dan menahan tidak melapor karena menjaga psikologis anak-anak dan harga diri mantan suami yang saat itu masih berstatus suami sah.
“Puncaknya Desember 2022, mendapat kekerasan berupa dugaan penganiayaan dan sudah tidak tahan lagi dengan perbuatan mantan suami. Lalu melaporkannya ke Polres Padang Lawas, namun dirinya juga malah dijadikan sebagai Tersangka atas laporan suaminya yang juga mengaku menjadi korban KDRT,” tandasnya. (wol/ryp/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post