MEDAN, Waspada.co.id – Sultan Deli, Tengku Mahmud Arya Lamantjiji Perkasa Alam mengugat PT Ciputra Development Tbk, Deli Megapolitas Residensial, Direksi PTPN 1, dan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Deliserdang ke Pengadilan Negeri Lubukpakam, atas dugaan penguasaan dua bidang tanah milik Kesultanan Deli.
Gugatan yang didaftarkan kuasa hukumnya, Hendri Saputra Manalu, S.H. M.H dan Dr. Putri Rumondang Siagian, S.H., M.H dari Kantor Dr. A. Hakim Siagian, S.H., M.Hum & Partners pada 27 Februari 2025 tersebut, masing-masing atas tanah di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, seluas 6,91 hektar dan sebidang tanah di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei. Tuan, seluas 20 hektar.
Dalam gugatan dinyatakan bahwa tanah di Helvetia merupakan milik Sultan Deli yang dikonsesikan kepada perusahaan perkebunan Deli Maatschappij Belanda, yang tertuang dalam Akta van Concessie Helvetia antara Sultan Deli Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah dengan pihak Deli Maatschappij yang ditanda tangani pada 14 Oktober 1882 untuk masa konsesi selama 75 tahun.
Sejak berakhirnya tenggang waktu pemberian konsesi itu, menurut surat gugatan, Deli Maatschappij tidak pernah memohon perpanjangan tenggang waktu konsesi. Setelah konsesi berakhir pada 15 Oktober tahun 1957, objek tanah tersebut seharusnya menjadi milik penuh pengguggat.
Namun, Presiden Indonesia cq Kementeian BUMN) sebagai tergugat VII, menasionalisasikan tanah Sultan Deli dan menjadikan tanah tersebut sebagai milik Badan Usaha Milik Negara cq. PT. Perkebunan Nusantara I, BUMN berdasarkan UU No.86 Tahun 1958, saat di atas obyek tanah itu tak ada lagi melekat hak keperdataan Perusahaan Belanda.
Penggugat menyatakan, tanah bukanlah termasuk sebagai aset Perusahaan Asing Belanda yang terkena objek Nasionalisasi. Tanah tersebut tetap menjadi milik bumiputra. Sultan Deli bukan orang asing, orang Bealnda.
Kepala Urusan Pertanahan Kesultanan Deli Prof Dr OK Saidin SH.M. Hum mengatakan, tanah tidak dapat dinasionalisasikan karena bukan milik perusahaan asing, melainkan milik penduduk Bumiputra. Yang di dalamnya termasuk Kesultanan Deli.
“Perusahaan Belanda, Deli Maatschappij, kan mengontrak tanah tersebut sesuai yang tertuang dalam dalam Akta Konsesi. Ketika masa konsesi berakhir, tanah kembali pada pemiliknya yakni Sultan Deli,” tegas Guru Besar Fakultas Hukum USU tersebut dalam rilis yang diterima wartawan di Medan, Kamis (4/4).
Dalam surat gugatan kuasa hukum Sultan Deli ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan registrasi perkara Nomor: 73/Pdt G/2025/PN/Lbp dan Nomor: 74.Pdt G/2025/PN.Lbp.tanggal 28 Februari 2025, disebutkan bahwa pengalihan hak atas tanah Sultan Deli kepada PT. Perkebunan Nusantara I tidak saja cacat hukum, tetapi juga melanggar hukum.
Apalagi, menurut surat gugatan, pihak PTPN I mengalihkan tanah Sultan Deli itu kepada PT Nusa Dua Propertindo yang selanjutnya mengikat kerjasama dengan PT Ciputra Development Tbk membangun dan memasarkan perumahan atas tanah yang menjadi objek perkara.
Dalam surat gugatan, Sultan Deli mendesak PT Ciputra Development Tbk sebagai Tergugat I dan PT Deli Megapolitan Citraland sebagai Tergugat 2, segera mengosongkan tanah terperkara dan menyerahkan obyek tanah terperkara kepada Sultan Deli.
Apabila kedua perusahaan properti tersebut berkeinginan mendapatkan hak atas obyek tanah tersebut, maka mereka membayar ganti rugi senilai harga pasar sebesar Rp. 691 milyar secara tunai.
Tanah Sampali
Selain soal tanah di Helvetia, Sultan Deli juga menggugat PT Ciputra Development, Deli Megapolitan Residensial, Direksi dan Komisaris PT Pekebunan Nusantara I, PT Nusa Dua Propertindo, Kementerian BUMN, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Badan Nasional Pertanahan Deli Serdang) atas penggunaan lahan milik Sultan Deli di Desa Sampali, Deliserdang, 20 Ha.
Tindakan membangun property dan memasarkannya tanah Sultan Deli tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dan tidak sah. Pengalihan atas obyek tanah Sultan Deli tersebut, termasuk perubahan hak dari Hak Guna Usaha menjadi Hak Guna Bangunan, merupakan perbuatan hukum tidak sah, karena pihak yang mengalihkan obyek tanah itu bukanlah pemilik yang sah berdasarkan ketentuan Pasal 584 KUH Perdata, perbuatan melawan hukum.
Juga disebutkan dalam gugatan bahwa semua surat-surat yang berkaitan dengan pengalihan hak serta izin-izin terkait dengan pemanfaatan lahan tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.
Sultan Deli mendesak PT Ciputra Development, Deli Megapolitan Residensial, dan PT Nusa Dua Propertindo segera mengosongkan lahan milik dan menyerahkan lahan milik Sultan Deli tersebut. Apabila PT Ciputra Development dan Deli Megapolitan Residen berkeinginan mendapatkan hak atas obyek tanah terperkara tanpa klaim apapun lagi, mereka dapat membayar nilai harga pasar obyek tanah tersebut kepada Sultan Deli sebesar Rp. 1.000.000,000.000,- secara tunai.
Pekan lalu Sultan Deli Tengku Mahmud Arya Lamantjiji Perkasa Alam didampingi Prof OK Saidin dan Datuk Empat Suku, Datuk Adil Freddy Haberham, meminta Hakim Pengadilan Negeri Lubukpakam segera menggelar sidang perkara ini dan menyatakan penguasaan tanah Sultan Deli tersebut merupakan Perbuatan Melawan Hukum. (wol/rls/d2)
Editor: Ari Tanjung
Discussion about this post