MEDAN, Waspada.co.id – Erik Adtrada Ritonga, Bupati Labuhanbatu nonaktif dituntut 6 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perkara suap pengamanan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Toni Indra dalam persidangan menilai perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Diterangkan Jaksa, dari total uang penerimaan suap tersebut, Erik telah menerima uang sebesar Rp3.885.000.000 (Rp3,8 miliar) yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
“Uang sebesar Rp1.100.000.000 (Rp1,1 miliar) dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa Rudi Syahputra selaku mantan anggota DPRD Labuhanbatu dan uang sebesar Rp100 juta untuk biaya operasional Polres Labuhanbatu,” jelasnya, di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (4/9).
Jaksa pun menerangkan bahwa uang dari hasil perbuatan yang dilakukan Erik dan Rudi tersebut tidak pernah dikembalikan kepada negara.
“Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Erik Adtrada Ritonga oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp300 juta dengan subisider 6 bulan kurungan,” tegas jaksa.
Jaksa juga menuntut agar terdakwa membayar uang pengganti (UP) Rp3.850.000.000 dikurangkan dengan uang yang (telah) dirampas untuk negara,” tambah Tony.
Dengan ketentuan, lanjut Tony, apabila Erik tidak membayar UP paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi UP tersebut.
“Jika harta benda terdakwa juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 penjara,” sebutnya.
Tak sampai situ, Jaksa juga menuntut supaya hak politik terhadap Erik untuk dipilih sebagak pejabat publik dicabut selama 3 tahun yang terhitung sejak selesai menjalani hukuman.
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak politik (untuk dipilih sebagai pejabat publik) selama 3 tahun sejak selesai menjalani hukuman,” lanjutnya.
Menurut JPU, hal-hal yang memberatkan, perbuatan Erik tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
“Hal-hal yang meringankan, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa bersikap sopan dan menghargai persidangan, dan terdakwa belum pernah dihukum,” kata Tony.
Usai mendengarkan pembacaan tuntutan, selanjutnya Majelis Hakim yang diketuai As’ad Rahim menunda dan akan kembali melanjutkan persidangan pada Rabu (11/9/24)8 dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pleidoi) dari Erik. (wol/ryp/d1)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post