MEDAN, Waspada.co.id – PT Jaya Beton Indonesia (JBI) telah mangkir 3 kali dari mediasi dalam perkara gugatan terkait dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) sebesar Rp642 miliar.
Ketidakhadiran itu menuai tanggapan dari Pengamat Hukum, Redyanto Sidi Jambak saat dikonfirmasi awak media, Kamis (30/5).
“Dapat (dikatakan) begitu (tidak kooperatif), karena itukan proses resmi oleh lembaga resmi pula dan pihak tergugat melewatkan kesempatan untuk mencari penyelenggaraan sebelum berlanjut kepada sidang pokok perkara,” cetusnya.
Ia pun mengatakan, mediasi tersebut harusnya dihadiri oleh pihak PT JBI selaku tergugat. Sebab, kata Redyanto, apabila mediasi tidak dihadiri hingga 3 kali, maka mediasi gagal.
“Seharusnya dihadiri, dapat juga menggunakan kuasa dengan membawa surat kuasa istimewa. Namun, jika tidak dihadiri oleh pihak tergugat, maka seharusnya mediasi gagal dan mediator berhak memberikan catatan atas itikad ketidakhadiran tersebut dalam risalahnya,” sebutnya.
Lebih lanjut, Redyanto pun mengatakan bahwa apabila mediasi gagal, maka proses berikutnya ialah sidang pokok perkara.
“Akan dilanjutkan kepada persidangan pokok perkara,” katanya.
Seperti diketahui, PT JBI diduga menguasai lahan milik ahli waris seluas 13 hektare (ha) selama 20 tahun. Tidak terima dengan hal itu, Lindawati dan Afrizal Amris pun melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Setelah masuk ke pengadilan, PT JBI 3 kali secara berturut-turut tak hadiri mediasi. Terakhir, mediasi ketiga dengan Mediator Hakim Sarma Siregar yang digelar di Ruang Mediasi PN Medan, Selasa (28/5).
Sementara itu, Maradu Simangunsong selaku Kuasa Hukum PT JBI berdalih ketidakhadirannya dalam mediasi tersebut dikarenakan sedang sakit.
“Bukan PT Jaya Beton yang tidak menghargai pengadilan, akan tetapi karena saya selaku Kuasa Hukumnya lagi sakit dan tidak ada yang bisa saya suruh mengantar surat sakit saya yang aslinya,” katanya.
Maradu pun mengaku telah memberitahu pihak Kuasa Hukum penggugat sebanyak 2 kali terkait alasan ketidakhadirannya tersebut. Namun, di satu sisi dirinya tidak memberitahu pihak PN Medan.
“Hampir 2 kali saya telah memberitahu Kuasa Hukum penggugat dengan bukti pengiriman surat sakit saya tersebut ke nomor Riky Nababan dan juga saya kirimkan ke nomor hp atas nama Parhimpunan Napitupulu,” ujarnya. (wol/ryp/d1)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post