MEDAN, Waspada.co.id – Setelah rilis data inflasi AS, mata uang US Dolar menguat terhadap mayoritas mata uang yang ada di Asia selama sesi perdagangan di Pasar Asia berlangsung. Hal ini terjadi disaat laju tekanan inflasi AS pada umumnya mereda.
Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin, menuturkan The FED atau Bank Sentral AS akan lebih menggunakan inflasi inti sebagai sebagai acuan dalam memutuskan besaran bunga acuannya ketimbang menggunakan inflasi biasa (IHK).
“Dan kinerja pasar keuangan pada hari ini telah menunjukan bahwa pasar cenderung mempertimbangkan laju inflasi inti yang cenderung naik. Sehingga mendorong terjadinya penguatan pada mata uang US Dolar. Karena dinilai akan mengurangi agresifitas The FED atau Bank Sentral AS dalam memutuskan pemangkasan bunga acuan nantinya,” tuturnya, Kamis (12/9).
Pada penutupan perdagangan sore ini, mata uang Rupiah kembali melemah terhadap US Dolar di level 15.425. Rupiah melemah mengikuti kinerja mayoritas mata uang di Asia lainnya.
“Berbeda dengan Rupiah, IHSG justru mampu ditutup menguat 0.48% di level 7.798,15. Penguatan mayoritas bursa saham di Asia menjadi katalis positif bagi penguatan bursa saham di tanah air,” jelasnya.
Pasar keuangan masih menanggapi dingin rilis data inflasi AS yang berkembang belakangan ini. Dan sekalipun inflasi di AS dianggap melandai, nyatanya tidak menjadi kabar baik bagi mata uang yang menjadi lawan US Dolar termasuk Rupiah.
“Hal yang sama juga ditunjukan pada harga emas yang cenderung bergerak mendatar setelah rilis data inflasi AS. Harga emas walaupun naik, masih terpantau stabil dikisaran $2.518 per ons troy, atau sekitar 1.25 juta per gram nya,” tandasnya. (wol/eko/d2)
Editor: Ari Tanjung
Discussion about this post