MEDAN, WOL – Penegak hukum di Sumatera Utara, didesak untuk segera memeriksa Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, Agustoni Tarigan terkait indikasi dugaan korupsi yang terjadi di dinas tersebut berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun anggaran (TA) 2013.
“Kita mengapresiasi Dinas Pertanian dan Perkebunan Karo. Dimana, saat banyak orang menggaungkan pemberantasan korupsi, malah mereka melakukan tindakan yang berindikasi korupsi. Dan itu dibuktikan dengan adanya temuan auditor pemerintah, yakni BPK. Maka dari itu, sebaiknya penegak hukum di Sumut, mau itu kepolisian ataupun kejaksaan, diharapkan segera memproses kasus itu dan memeriksa kadisnya,” ungkap Ketua Kesatuan Mahasiswa Islam (KMI) Sumut, M Rifa’i Tanjung kepada wartawan, Sabtu (06/6).
Terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Independen Pemantau Pembangunan Sumatera Utara (LIPPSU), Azhari AM Sinik kepada wartawan menegaskan, temuan BPK tersebut semestinya menjadi pintu masuk proses pemeriksaan atas indikasi korupsi yang terjadi.
“Temuan BPK itu adalah pintu masuk bagi aparat penegak hukum guna menyelidiki sebuah kasus dugaan korupsi,” tegasnya.
Dia menambahkan, kendati kerugian negaranya sudah dikembalikan, tapi tetap saja tidak menghapus tindak pidananya.
“Tindak pidananya sudah terjadi, itu tidak bisa lepas dari jeratan hukum. Tidak ada alasan kalau sudah diganti rugi atau dikembalikan kerugian negaranya. Kalau tidak jadi temuan, makin merajalela lah para koruptor ini. Akan terus-terusan korupsi, karena tidak ketahuan,” tukasnya.
Sebelumnya, pengamat hukum Sumut, Nuriono juga menyatakan hal senada. “Kalau sudah terjadi tindak pidananya, maka tetap harus diproses. Contohnya Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Syamsul Arifin. Meski sudah dikembalikan, tetap saja dia ditahan,” ungkapnya.
Lebih lanjut disampaikan Wakil Direktur (Wadir) Pusat Study Hukum dan Pembaharuan Peradilan (PusHpa) Sumut ini, terlebih jika hal itu berkaitan dengan proyek, maka tidak ada alasan lain bagi penegak hukum untuk tidak memproses kasus tersebut.
“Kalau kaitannya dengan proyek dan itu sudah dikerjakan dan kemudian ditemukan adanya pemahalan harga atau mark-up, itu sudah pidana. Coba kalau itu tak jadi temuan, pasti enak kali lah pelaku korupsinya. Karena sudah jadi temuan, maka itu harus diproses secara hukum. Beda kalau kesalahannya di nomenklatur anggaran, itu administratif sifatnya dan bisa diperbaiki,” terang mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan ini.
Terpisah, Agustoni Tarigan, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Karo yang dikonfirmasi via seluler dari Medan kembali berdalih, jika temuan BPK di dinasnya itu sudah ditindaklanjuti dengan cara mencicil. “Sudah diselesaikan dan dicicil. Bibit sudah dibagikan di 2014,” kilah Agustoni singkat.
Diketahui, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Sumut atas Kepatuhan Terhadap Peraturan dan Perundang-undangan No.21.C/LHP XVIII.MDN/05/2014, tanggal 26 Mei 2014 atas Laporan Keuangan Pemkab Karo menyebutkan, adanya sejumlah temuan di Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, antara lain pengadaan bibit Kakao senilai Rp245.209.250 pada Dinas Pertanian dan Perkebunan terlambat diselesaikan.
Kedua, pembayaran pengadaan bibit jeruk pada Dinas Pertanian dan Perkebunan dilakukan meskipun bibit jeruk sebesar Rp774.636.525 belum diserahkan kepada kelompok tani, denda keterlambatan belum dipungut sebesar Rp97.191.510 serta indikasi pemahalan harga sebesar Rp148.760.075. (wol/data2)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post