MEDAN, WOL – Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dinilai kurang efektif dalam melakukan pemutakhiran basis data terpadu dalam mendata masyarakat miskin.
Pasalnya, program Pemutakhiran Berbasis Data Terpadu (PBDT) yang Badan Pusat Statistik (BPS) tidak seluruhnya menyentuh masyarakat ekonomi kelas bawah.
Ketua Forum Masyarakat Miskin (Formikom) Sumatera Utara Lipen Simanjutak mengatakan, progam PBDT tersebut merupakan program yang dapat memberikan manfaat positif untuk masyarakat.
Dengan pendataan tersebut, masyarakat miskin dapat memperoleh bantuan dari pemerintah mulai dari Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera (KSKP), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan bantuan lainnya.
“BPS Sumut sampai saat ini belum pernah memberikan data ril tentang siapa-siapa yang berhak untuk menerima bantuan dari pemerintah. Contohnya masih terdapat orang yang sudah meninggal kembali mendapat bantuan dari pemerintah,†kata Lipen, Minggu (30/8).
Ironisnya, meski tidak menjalankan pendataan masyarakat dengan baik, fasilitator yang bertugas mendata di kabupaten/kota tetap memperoleh gaji yang sangat tinggi. Tidak jarang penyandang cacat tidak mendapat fasilitas khusus karena tidak terdaftar.
“Fasilitator atau petugas yang dimaksud diwajibkan untuk langsung mengunjungi rumah masyarakat agar data yang diperolehnya bisa dipertanggungjawabkan,†kata Lipen.
Tambah Lipen, dalam petunjuk teknis (juknis) juga PBDT tersebut sudah dijelaskan petugas BPS wajib untuk langsung berkonsultasi dengan publik yang disebut dengan Forum Konsultasi Publik (FKP) tentang kriteria rumah tangga (RT) yang dapat diusulkan, jika memiliki keterbatasan fisik.
“Baru-baru ini Formikom sendiri menemukan ada kejanggalan dalam PBDT yaitu bernama Glora Simanjuntak, warga miskin penyandang cacat di Kelurahan Tanjung Gusta, Kecamatan Sunggal tidak terdaftar di PBDT,†katanya.
Hal tersebut seharusya menjadi bahan perbaikan untuk BPS dalam pemutahiran data. Padahal diyakini dana yang dikeluarkan pemerintah sangat besar seperti tahun 2011 yang mencapai Rp16 miliar lebih.
Selain itu, untuk tahun 2015 jumlah fasilitator saja sudah mencapai 537 orang dengan menggunakan gaji yang besar namun petugas tersebut tidak pernah datang ke rumah masyarakat untuk pendataan.
“Akibatnya semua yang merasakan adalah masyarakat kecil. Semua itu disebabkan kerena kemutakhiran data yang tida valid,†tambah Lipen.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak agar BPS Sumut segera dievaluasi agar pemutakhiran data dapat diperbaiki.(wol/cza/data1)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post