SIGLI, WOLÂ – Aceh merupakan daerah istimewa dan khusus. Daerah istimewa terkait dengan kewilayahan yaitu keistimewaan dalam bidang penyelenggaraan Agama, adat, pendidikan dan peran ulama.
Demikian disampaikan mantan timses Jokowi-JK, Dr. Teguh Samudra SH. MH, yang hadir sebagai pemateri dalam acara seminar bertema “Undang Undang Pemerintahan Aceh Dalam Perspektif Hukum Tata Negara” yang berlangsung di Gedung Leguna Universitas Jabal Ghafur Sigli (UNIGHA), Rabu (30/9).
Namun menurutnya, dalam perjalanan keistimewaan dan kekhususan Aceh, menimbulkan polemik seiring dengan perkembangan politik di Indonesia, sehingga timbul beberapa konflik regulasi dalam pelaksanaannya.
“Seperti Undang-Undang yang di keluarkan No 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh (UUPA) lahir sebagai implementasi butir-butir kesepakatan dalam MoU Helsinki, perdamaian Aceh dari konflik bersenjata, dimulai MoU Helsinki mengakhiri permusuhan antara pemerintah pusat dengan Gerakan Aceh Merdeka,” ucapnya.
Sebenarnya, lanjut Teguh, kita bisa memanfaatkan daerah istimewa untuk rakyat Aceh, Aceh merupakan daerah modal. Namun sekarang dapat di sebut sebagai daerah model, keistimewaan dan kekuasaan Aceh mengalami pasang surut dalam menjalani ketatanegaraan Republik Indonesia.
Aceh menurutnya lagi, adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang di berikan kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat.
“Sesuai dengan perundang-undangan dalam sistim dan prinsip negara, serta UUD negara indonesia yang di pimpin oleh seorang Gubernur,” sebutnya.
Pemerintahan Aceh kata dia adalah pemerintahan dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD tahun 1945. Urusan pemerintahan di laksanakan oleh pemerintah Aceh, dan DPRA sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.
Sementara itu, Dr Mukhlis S,H MH, Dosen Fakultas Malikussaleh yang juga sebagai pemateri dalam seminar itu, mengatakan, berbicara masalah Aceh merupakan suatu hal yang menarik, sebelum UUPA ada sudah ada UU yang lain.
“Aceh merupakan daerah istimewa dan khusus, beberapa keistimewaan yang di berikan dalam undang undang, seperti adanya calon independen, berlakunya pelaksanaan syariat Islam, pelaksanaan adat istiadat dalam urusan pemerintahan, serta peran ulama dalam pemerintahan,” katanya.
Dia menambahkan, bahwa dirinya pernah membaca buku yang bahwa kata-kata Nanggroe tersebut bukan berarti Negara melainkan setingkat dengan Kecamatan kalau dengan saat ini yang dipimpin oleh seorang Ulee Balang istilah saat ini setingkat Camat.
Seminar tersebut turut dihadiri Rektor Unigha Drs. Sulaiman Mpd, Pemateri Dr Teguh Samudra SH MH, Pemateri kedua Dr Mukhlis SH. MH, Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin SH, Pasi Intel Kodim 0102/Pidie Kapten Arh Edy Syahputra, dan Kasat Bimas Polres Pidie AKP Rahmad.
Serta disambut baik para dosen dan mahasiswa yang juga turut hadir dalam kegiatan seminar itu.(wol/chai/data1)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post