MEDAN, WOL – Dugaan jual beli darah di rumah sakit bukanlah menjadi rahasia umum. Berdasarkan informasi dari sumber yang dapat dipercaya dan enggan namanya disebut, dugaan jual beli darah sering terjadi di rumah sakit milik pemerintah baik pusat maupun daerah.
Oknum yang diduga memperdagangkan darahnya ini pun berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, seperti penarik becak yang biasa mangkal di kawasan rumah sakit serta satuan pengamanan (Satpam) rumah sakit.
Dikatakan sumber, satu kantong darah yang dijual bervariasi. Antara Rp250 ribu hingga Rp350 ribu. Bagi mereka (abang becak dan Satpam), uang ratusan ribu rupiah tersebut sangat berharga untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangganya. “Bagi penjual, uang senilai Rp250-Rp350 ribu sangat berharga. Jadi mereka tidak peduli lagi dengan kesehatan mereka. Yang penting cair,” ungkapnya kepada Waspada Online, Sabtu (30/7) malam.
Lebih jauh sumber menjelaskan, untuk mendonorkan darah ada aturannya. Minimal si pendonor mengeluarkan darahnya per tiga bulan sekali. Kalau dikeluarkan sebelum tiga bulan ke atas, maka HB dalam darah tidak naik atau dikatakan kurang bangus untuk disalurkan kepada yang membutuhkan.
“Kita mendapat informasi ini dari keluarga pasien yang benar-benar membutuhkan darah golongan tertentu. Ketika abang becak atau Satpam bersedia mendonorkan darahnya, maka tanpa berfikir panjang, keluarga pasien langsung melakukan kegiatan medis dengan melibatkan dokter di mana pasien dirawat,” jelas yang aktif di organisasi kesehatan ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Usma Polita Nasution, yang dimintai tanggapannya perihal adanya praktik jual beli darah di rumah sakit pemerintah, secara tegas membantahnya. Menurutnya tidak ada praktik jual beli darah di rumah sakit. Jikapun ada temuan, tindakan tersebut tidak bisa dikatakan jual beli, melainkan hanya membayar biaya ganti rugi kantung darah dan screening.
“Yang dibayar itu kantong darah dan biaya screening. Jadi tidak ada jual beli darah. Kalau ada perbedaan harga, karena ada komposisi darah mengandung trombosit, sehingga perlu dilakukan pemilahan. Biaya pemilahan itu kan mahal, jadi darah yang trombositnya kurang atau tidak ada, akan disimpan pada lemari es untuk dipergunakan pada kebutuhan yang berbeda,” jelasnya seraya akan menindak jika ada rumah sakit yang memperjual belikan darah kepada pasien.
Di sisi lain, Ketua Komisi B DPRD Medan, Surianto SH, menyayangkan jika terjadinya praktik jual beli darah di rumah sakit milik pemerintah. Seharusnya pihak rumah sakit mengkroscek lebih dahulu darah yang diperjual belikan oleh oknum tertentu, layak atau tidaknya darah tersebut disimpan dalam Bank Darah Rumah Sakit (BDRS).
Semua ada aturannya. Pihak rumah sakit juga harus mengikuti aturan yang berlaku, meskipun memiliki alat yang lengkap. Jangan asal menerima darah dari sembarang orang. Lihat dulu latar belakang si pendonor. Karena akan berdampak pada keberlangsungan hidup si penerima donor darah untuk kedepannya,” ujarnya.
Politisi Gerindra ini menambahkan, sampai dengan saat ini pihaknya belum mendengar adanya laporan terkait jual beli darah masuk ke komisi maupun secara pribadi. Kalaupun laporan tersebut ada, Komisi B siap untuk memanggil seluruh pihak terkait untuk dimintai keterangannya, agar menjadi acuan DPRD Medan mengambil tindakan. (wol/mrz/data3)
Editor: Agus Utama
Discussion about this post