
Sehingga, lanjut dia, kasus operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada Selasa 11 Oktober 2016 bukanlah hal yang luar biasa.”Laporan ke Ombudsman itu ada banyak, bahkan hampir 50 persen adalah yang begini (pungli), tapi kecil-kecil seperti di bidang pendidikan, pelayanan SIM, dan lain-lain,” katanya dalam diskusi bertajuk ‘Pungli, Retorika, dan Realitas’ di Jakarta, Sabtu (15/10/2016).
La Ode menuturkan, praktik pungli terjadi karena lemahnya pengawasan internal dalam suatu institusi. Pengawasan yang buruk tersebut, kata dia, juga diperburuk dengan adanya toleransi antara pimpinan instansi yang cenderung korup.
“Nah, itu terjadi karena pemimpin tidak terlalu banyak miliki integritas. Pak Tito (Kapolri) misalnya, akan membuat suasana baru di internal Polri, tapi bagaimana di instansi lain,” ucapnya.
La Ode menambahkan, praktik pungli merupakan bukti pengawasan internal yang tidak efektif. Dia menerangkan, tugas pengawasan seharusnya sudah bisa ditangani oleh inspektorat jenderal (itjen) di setiap institusi.
“Kalau masih saja ada yang begitu, hilangkan saja inspektoratnya. Makanya, ini yang harus didorong pemerintah agar lembaga internal ini bisa efektif,” tuturnya.
Sebelumnya diwartakan, penyidik Polda Metro Jaya menetapkan tiga oknum pegawai negeri sipil (PNS) sebagai tersangka terkait OTT pungli perizinan perkapalan di Kemenhub RI.
“Ketiga tersangka diduga melakukan pungli,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan, Rabu 12 Oktober 2016.
Ketiga tersangka itu adalah Ahli Ukur Direktorat Pengukuran Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Kemenhub Endang Sudarmono, Kepala Seksi Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Kemenhub Meizy, serta PNS Golongan 2D Abdul Rasyid.
Iriawan menyebutkan, ketiga tersangka menerima pungli pengurusan surat ukur permanen dan seaferer identity document. Terkait tiga orang lainnya yang sempat diamankan, sambungnya, masih berstatus saksi karena belum ditemukan alat bukti yang cukup.
Polisi juga tengah mendalami status ketiga saksi itu lantaran mereka mengaku dipaksa menyerahkan uang suap untuk mengurus dokumen. Selain mengamankan enam orang, dalam operasi penangkapan tersebut, polisi turut menyita barang bukti uang tunai senilai Rp95 juta dan enam buku rekening bank berisi saldo Rp1,2 miliar.
Discussion about this post