MEDAN, WOL – Kenaikan UMP merupakan hal yang wajar. Dan selalu terjadi saban tahunnya. Yang menjadi persoalan memang pada kebutuhan hidup layak para buruh yang sejauh ini masih silang pendapat.
Jika Gubernur menetapkan UMP sebesar Rp1.961.354 per bulan, maka gajinya relatif cukup untuk memenuhi kebutuhan buruh. Dengan catatan buruh maksimal memiliki tanggungan 2 orang (1 istri 1 anak), serta tidak memiliki biaya pengeluaran untuk perumahan (kontrak). Namun jika pengeluarannya juga harus menutupi sewa rumah, angka sebesar itu dinilai hanya bisa memenuhi kebutuhan yang serba minim.
“Masalah UMP ini tidak hanya mengacu kepada besaran upah semata. Lebih dari itu pemerintah sebaiknya memiliki sejumlah langkah komperhensif yang bisa menekan laju tekanan inflasi. Selain itu pemerintah juga memiliki program rumah bersubsidi yang menyasar MBR (masyarakat berpendapatan rendah),†tutur Gunawan Benjamin, Ekonom Sumut, Minggu (13/11).
Di Sumut kenaikan harga cabai menjadi kabar buruk di tengah tuntutan kenaikan upah. Meskipun harga cabai ini juga tidak permanen, artinya suatu saat bisa turun tajam. Namun di saat ini, harga cabai membuat buruh harus memperkirakan total kebutuhan hidupnya di masa yang akan datang.
“Ini kan rumit. Jangan sampai kenaikan harga kebutuhan pokok ini justru tidak mampu ditutupi dengan kenaikan upah. Inflasi memang menjadi tolak ukurnya. Namun, masih dicuatkannya perdebatan mengenai KHL, saya kuatir kenaikan harga pangan akhir-akhir ini terjadi pada komoditas cabai bobotnya diperbesar dalam menuntut kenaikan upah,†terangnya.
 Ditambahkan, jadi memang pemerintah bertanggungjawab untuk menstabilkan harga. Sementara itu, bagi MBR, sebaiknya mengurangi kebutuhan-kebutuhan yang dinilai tidak memberikan manfaat banyak.
“Seperti rokok atau pulsa. Rokok saya pikir bisa dihapuskan dalam daftar kebutuhan hidup. Pulsa bisa dikurangi untuk efisiensi,†pungkas Gunawan.(wol/eko/data3)
 Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post