MEDAN, WOL – Para pucuk pimpinan PMII, HIMMAH, GMNI dan GMKI tingkat provinsi Sumut kompak berdiskusi membahas kebijakan pemerintahan Jokowi yang menerbitkan Perppu No.2 tahun 2017 tentang Ormas. Diskusi ini digelar dalam fokus group discussion (FGD) bertema “Meretas Ancaman Demokrasi di Indonesia, Respon Kaum Muda terhadap Penerbitan Perppu No.2 Tahun 2017 Guna Membendung Gerakan Ormas Anti Pancasila”, di aula kantor PW Al-Washliyah Sumut, Jalan SM Raja Medan, Rabu sore, (2/8).
Kekompakan 4 elemen mahasiswa ini dipuji oleh salah seorang narasumber, Osriel Limbong, MSi yang menyatakan, “Kekompakan PMII, HIMMAH, GMNI dan GMKI dalam menggelar diskusi ini mengingatkan perjuangan saya sebagai mahasiswa pada tahun ’98. Saat itu kami kompak membongkar ketidak adilan dari penguasa namun dalam bingkai menjaga keutuhan NKRI.â€
Dalam pengantarnya, Nurul Yaqin Sitorus, selaku moderator mengatakan bahwa terkait Perppu ini banyak yang tidak setuju, bahkan sampai mengajukan judicial review ke MK.
“Itulah indahnya demokrasi, untuk pihak yang tidak setuju dengan tindakan penguasa pun, disediakan wadahnya. Jadi kalau begitu dimana letak otoriternya?†tutur Ketua HIMMAH Sumut ini.
Swangro Lumbanbatu menimpali dengan menyatakan bahwa soal Perppu ini juga menjadi bahasan yang diutarakan oleh Presiden Jokowi saat menerima para pengurus PP GMKI di Istana, pada Senin (31/8).
“Banyak yang menghina saya, mengatakan saya otoriter, tapi ini soal menjaga Pancasila. Saya siap akan resikonya, Ini untuk menyelamatkan bangsa kita. Koq susah banget menjaga Pancasila,†ujar Swangro menirukan ucapan Presiden dengan logat Jawa yang kental.
Sementara, Bobby Dalimunthe menyoroti dari perspektif bahwa Perppu ini tidak dimaksudkan hanya untuk ‘melibas’ satu organisasi.
“Jika suatu saat PMII tidak ikut berkontribusi untuk membangun Indonesia, bahkan malah merongrong, silahkan bubarkan PMII dengan Perppu ini,†tegas Bobby.
Ketua PKC PMII Sumut ini juga menyatakan bahwa Perppu ini juga belum sempurna, bahkan ia meninggalkan ancaman.
“Mengapa? Karena ia hanya membubarkan Ormas secara administratif, Perppu ini tidak bisa membubarkan massa yang sudah terdoktrin. Bagaimana mengantisipasinya? Kita tentu maklum bahwa di Indonesia ini sering ‘ganti casingâ€, jelasnya.
Soal mengawal Pancasila, GMNI tentunya tidak perlu dipertanyakan lagi. “Kami dari GMNI, bukan masalah dukung atau tidak mendukung Perppu 2/2017, GMNI lahir memang untuk mengawal Pancasila. Tidak ada mekanisme apa pun yang boleh menggantikan Pancasila sebagai ideologi bangsa,†tegas Charles Munthe, Korda GMNI Sumut, dalam inti paparannya.
Narasumber dari Rumah Konstituen/Penggiat isu-isu Demokrasi, Eko Marhaendy, MA selanjutnya memaparkan kajian akademisnya tentang Perppu yang merupakan penyempurnaan dari UU No.17 tahun 2013 ini. Dikatakannya, bahwa mengacu pada prinsip dasar ketatanegaraan, bisa diasumsikan bahwa kehadiran Perppu No. 2 Tahun 2017 justeru telah meluruskan logika hukum; mengembalikan wewenang Negara yang “terbajak†kalau bukan sengaja “dibajak†melalui undang-undang sebelumnya.
“Pernyataan di atas saya tegaskan mengingat UU No. 8 Tahun 1985 yang diubah dengan UU No. 17 Tahun 2013 sendiri pun tidak mengharuskan pertimbangan hukum dan proses pengadilan bagi Pemerintah untuk membubarkan Ormas,†ungkapnya.
Namun, tidak semua sepakat mendukung Perppu ini, salah seorang peserta, Ahmad Yani, menyatakan bahwa kebijakan Jokowi ini salah, karena menempatkan UUD 1945 sebagai asas Ormas bersama dengan Pancasila.
“Kalau dalam UU No.17/2013, disebutkan hanya Pancasila yang menjadi asas Ormas, dan dengan ditambahkannya UUD 1945 dalam Pasal 1 Perppu 2/2017, maka organisasi HMI pun terancam dibubarkan,†katanya, walau sebelumnya Ahmad Yani juga menegaskan bahwa ia belum membaca keseluruhan Perppu No.2/2017 tersebut. (wol/rdn)
Discussion about this post