
JAKARTA — Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI ingin melakukan rapat konsultasi dengan 10 fraksi di DPR guna membahas nasib Setya Novanto yang kini telah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.
Namun, sidang yang seyogyanya digelar pukul 13.00 WIB itu tidak jadi dilaksanakan lantaran ada beberapa pimpinan fraksi yang mengkonfirmasi tidak bisa hadir.
Menanggapi itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, persoalan kode etik Setya Novanto dan pemeriksaan pembuktian oleh MKD tidak bisa dilakukan karena yang bersangkutan tengah mendekam di balik jeruji besi milik lembaga antirasuah.
Karena itu, Fahri menyarankan sebaiknya MKD mengacu pada Pasal 87 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, yang mana secara garis besar menyebutkan bahwa pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Bila mengacu pada aturan itu, tugas MKD akan lebih mudah untuk menyelesaikan kasus yang membelit Ketua Umum Golkar tersebut.
“Saya kira itu akan lebih mudah bagi MKD daripada melakukan pemeriksaan yang akan memerlukan kehadiran saksi-saksi dan lain-lain termasuk beliau (Setya Novanto) sendiri,” pungkas Fahri.
Setya Novanto telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1‎ KUHP‎.
Discussion about this post