LHOKSUKON, Waspada.co.id – Kepengurusan sertifikat (tanah) gratis melalui Program Redistribusi atau Redis sampai saat ini masih berjalan untuk Wilayah Kabupaten Aceh Utara. Terdapat desa-desa di beberapa kecamatan yang mendapatkan Program tersebut, saat ini sebagian masih tahap pengukuran.
Kendati disebut ‘gratis’, namun penelusuran Waspada Online terdapat desa di salah satu Kecamatan yang diduga melakukan pengutipan sejumlah Rp 800 ribu untuk setiap sertifikat dalam dua hektare tanah. Bahkan dugaan lain ada pula desa yang mengutip hingga Rp 1 juta untuk setiap sertifikat dalam satu hektare tanah.
Bagi pemohon (pemilik tanah) yang mengajukan permohonannya untuk mendapatkan sertifikat itu mengisi surat pernyataan yang ditandatangani diatas materai serta dibuktikan dengan kwitansi pembayaran pertama berjumlah Rp400 ribu, sedangkan sisanya Rp400 ribu lagi dibayar belakangan setelah nantinya sertifikat selesai dicetak.
Dalam surat pernyataan itu juga dijelaskan bahwa sebagai pemohon bersedia membayar segala sesuatu biaya menyangkut pembuatan sertifikat tanah program Redistribusi. Adapun pemohon dikenakan biaya dengan rincian untuk cetak sertifikat dan administrasi Rp300 ribu, biaya pendamping pengukuran lahan untuk empat orang dan tim petugas Rp200 ribu, materai dan ATK Rp100 ribu, dan biaya transportasi, akomodasi, makan dan minum Tim serta biaya tak terduga senilai Rp200 ribu.
Kendati biaya tersebut dikenakan sesuai hasil dari kesepakatan musyawarah, tapi anehnya beberapa pemohon baru mengetahui bahwa program Redis ini gratis termasuk biaya pengukuran setelah membayar setengah biaya.
Wakil Bupati Aceh Utara, Fauzi Yusuf, dalam hal ini menekankan kepada desa-desa yang mendapatkan program tersebut di beberapa Kecamatan untuk tidak melakukan pengutipan dari pemohon.
Kepada Waspada Online dirinya membenarkan bahwa ada desa-desa di beberapa Kecamatan yang mendapatkan program tersebut, dirinya menyebut jika terjadi pengutipan untuk Program tersebut maka itu adalah pelanggaran.
“Itu melanggar, tidak boleh ada pengutipan walaupun itu kebijakan dari desa. Dalam program ini pemilik tanah mendapatkan satu sertifikat dalam dua hektare tanahnya, maka pengutipan tidak boleh terjadi karena ini program gratis,†jelas Fauzi Yusuf yang akrab disapa Sidom Peng baru-baru ini yang ditulis Waspada Online hari ini, Kamis (17/05).
Dirinya juga mengatakan pentingnya Wartawan untuk memantau informasi ‘pengutipan’ tersebut dan perlu di wawancara.
“Apa dasarnya diambil untuk pengutipan? Maka untuk soal ini perlunya media untuk mengikuti persoalan tersebut, jangan nanti dia (oknum) saat OTT bilang tidak terlibat dalam pengutipan ini,†tukasnya.(wol/chai/data2)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post