PAPUA NUGINI, Waspada.co.id – Perbedaan tajam antara Amerika Serikat dan China terkait perdagangan menyebabkan Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) berakhir tanpa deklarasi akhir untuk pertama kalinya.
KTT berlangsung di Papua Nugini dan ditutup pada Minggu (18/11) kemarin. Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O’Neill, menjelaskan bahwa “dua raksasa di ruang” gagal mencapai kesepakatan. Dikatakannya pernyataan dari ketua konferensi APEC akan dirilis kemudian.
AS dan China terlibat dalam perang dagang yang sengit dan menyampaikan visi yang berbeda-beda dalam pertemuan puncak APEC. Dalam acara itu, AS mengatakan akan bergandengan tangan dengan Australia mengembangkan pangkalan laut di Papua Nugini, dalam upaya yang tampaknya diarahkan untuk meredam pengaruh China.
Menurut Wakil Presiden AS Mike Pence, pangkalan laut itu akan membantu “melindungi kedaulatan dan hak-hak maritim di Kepulauan Pasifik”. Presiden China, Xi Jinping, menyerang kebijakan Amerika yang mengutamakan kepentingan dalam negeri, dengan mengatakan bahwa negara-negara yang memberlakukan proteksionisme “akan mengalami malapetaka”.
Pence kemudian mengatakan bahwa negaranya siap “melipatgandakan atau bahkan lebih” tarif yang dikenakan terhadap barang-barang dari China. Pada Minggu (18/11), China mengatakan tidak ada satu pun negara berkembang yang mengalami kesulitan utang karena bekerja sama dengan Beijing.
Pernyataan tegas Kementerian Luar Negeri China ini dikeluarkan setelah Pence memperingatkan bahwa negara-negara dapat terjerumus ke dalam lautan utang jika mereka meminjam dari China. Salah satu negara yang mengeluh terjerat utang dari China adalah Maladewa. Presiden baru Maladewa mengeluh besar beban utang yang ditanggung negaranya akibat meminjam dari China. (wol/aa/okz/data2)
Editor AUSTIN TUMENGKOL
Discussion about this post