
JAKARTA – Anggota DPD RI John Pieris menilai kasus Irman Gusman sarat akan kepentingan politik. Hal itu seiring dengan adanya upaya untuk mengakhiri masa jabatannya secara prematur melalui perubahan tata tertib DPD untuk memangkas masa jabatan dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun.
Dalam kasus Irman, menurut Pieris, tidak ada kerugian negara yang terjadi, sebab uang yang terlibat dalam perkara tersebut berasal dari perusahaan swasta.
“Apa yang dilakukan Irman Gusman adalah menjalankan fungsi pengawasan dan memenuhi aspirasi masyarakat yang diwakilinya,” kata Pieris saat diskusi bertajuk “Bedah Kasus dan Eksaminasi Putusan Perkara Irman Gusman” di Universitas Kristen Indonesia (UKI) Kamis (31/1/2019).
Sebagai senator dari Sumatera Barat, lanjutnya, apa yang dilakukan mantan Ketua DPD RI itu untuk memperhatikan aspirasi masyarakat tentang tingginya harga gula di provinsi tersebut.
“Solusinya diberikan oleh Irman Gusman dengan cara menghubungkan seorang saudagar gula dengan kepala Bulog untuk menyalurkan gula ke provinsi itu,” ucap dia.
Untuk itu, kata dia, terkait dengan dakwaan primer yaitu Pasal 12 huruf b UU Tipikor kepada Irman hal itu tidak tepat. “DPD tidak mempunyai kewenangan mengurus impor dan distribusi gula, karena itu tidaklah tepat bila pasal ini dikenakan kepada Irman,” tuturnya.
Sebelumnya, Pieris yang juga guru besar hukum hukum tata negara itu mengomentari soal buku berjudul ‘Menyibak Kebenaran Eksaminasi Terhadap Putusan Irman Gusman’. Ia mengatakan, eksaminasi yang diberikan oleh sejumlah pakar hukum dari berbagai universitas dalam buku tersebut sangat relevan.
“Kalau Anda membaca buku tebal itu semua yang memberikan eksaminasi itu mengatakan hakim keliru dalam menerapkan keputusan itu. Bagi saya itu relevan,” ucapnya.
Dia berpendapat, eksaminasi merupakan suatu kaidah yang mendasar untuk mencari kebenaran atas semua keputusan hakim pengadilan. Terlebih kebenaran tertinggi bukan pada putusan tersebut melainkan ada pada kebenaran yang sifatnya transendental.
“Bisa saja putusan itu salah, dalam ilmu hukum biasa saja eksaminasi itu. Misal KY (Komisi Yudisial) mengeksaminasi putusan pengadilan. Karena dia (KY) dibentuk untuk itu, bisa saja hakim khilaf menerapkan hukum juga secara keliru, jadi kita harus luruskan itu mana yang tidak benar kembali ke jalan yang benar,” kata dia.
Discussion about this post