Oleh:
Hendra Arbie
Waspada.co.id – Seorang wanita berinisial YI asal Solo, Jawa Tengah ini menerima teror bertubi-tubi lantaran tak sanggup membayar utang senilai Rp1.054.000. SM meminjam duit Rp5 juta, nunggak 2 bulan, tiba-tiba tagihan jadi Rp75 juta. Total uang yang harus dibayar tersebut sudah termasuk biaya pinalti (denda), biaya perpanjangan tenor, dan bunga.
YI dan SM adalah dua dari banyak korban pinjol (pinjaman online) ilegal. Masih mau pinjam duit di fintech lending abal-abal? Bunga mencekik, cara penagihannya tak manusiawi. Oleh karena itu, mari kita lihat lebih jeli perbedaan fintech lending ilegal dan legal dalam layanan pinjam-meminjam.
Data OJK per Juni 2019, akumulasi realisasi pinjaman yang telah disalurkan oleh Fintech lending sebesar Rp 44,8 triliun hingga paruh pertama 2019. Nilai ini tumbuh 97,68 persen year to date (ytd) dari posisi akhir Desember 2018 sebesar Rp 22,66 triliun. Ada 127 fintech terdaftar dan diawasi oleh OJK per 7 Agustus 2019.
Fintech lending yang tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK sesuai POJK Nomor 77/POJK.01/2016 yang berpotensi merugikan masyarakat pada 2018 sebanyak 404 entitas, sedangkan pada 2019 sebanyak 826 entitas. Satgas Waspada Investasi mengeluarkan daftar nama 143 fintech ilegal.
Agar tidak terjerat dari pinjaman online ilegal saat meminjam di fintech lending, silakan cek entitas fintech yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lantaran, fintech yang sudah terdaftar dan diawasi oleh OJK diatur ketat mulai dari larangan penggunaan data pribadi hingga penagihan yang tidak sesuai etika.
Masyarakat agar berhati-hati supaya tidak terjerat oleh pinjaman online yang tidak terdaftar di regulator. Fintech Lending ilegal dengan ciri-ciri sebagai berikut : – Tidak memiliki izin dan terdaftar dan diawasi oleh OJK. – Pemberian pinjaman sangat mudah – Tidak ada informasi pengurus dan alamat kantor yg jelas – Informasi biaya/ bunga tidak jelas – Penagihan tidak ada batas waktu – Meminta akses keseluruh data yang ada di ponsel – Tidak ada layanan pengaduan – Jika tidak membayar di sertai dng ancaman dan teror ke wilayah pribadi.
Sebelum meminjam uang secara online, beberapa hal yang perlu diperhatikan agar terjerat dikemudian hari: Pertama, pastikan pinjam di perusahaan fintech terdaftar di OJK, kedua pinjam untuk kebutuhan produktif, bukan konsumtif. Ketiga pinjam uang maksimal 30 persen dari gaji atau penghasilan supaya gak memberatkan.
Keempat, lunasi cicilan tepat waktu agar terhindar dari denda. Kelima jangan gali lubang tutup lubang. Keenam, cek dulu bunga dan denda atau biaya lain sebelum meminjam. Kelima, baca dengan teliti kontrak perjanjian, termasuk syarat dan ketentuan yang berlaku.
Disisi lain kehadiran fintech lending sangat dibutuhkan dan sangat membantu oleh masyarakat Indonesia. Karena tingginya kebutuhan pembiayaan dan masih tingginya jarak pendanaan (antara kebutuhan dana dan kesanggupan penyaluran dana oleh perbankan). Bagi mereka yang masuk di dalam segmen ‘unbanked’ dan juga pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Hingga saat ini, perbankan masih memiliki keterbatasan dalam penyaluran kredit UMKM. Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2019 porsi kredit UMKM Bank Umum baru mencapai 18,5 persen dari total kredit secara industri. Padahal, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) sejak tahun lalu telah menginstruksikan perbankan untuk mendorong porsi kredit UMKM minimal 20 persen dari total kredit.
Bank mengalami kesulitan untuk meningkatkan kredit UMKM karena dua kendala. Pertama, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6,6 persen secara yoy lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan kredit yang mencapai 11,05 persen. Hal tersebut mengakibatkan Loan to Deposit Ratio (LDR) per April 2019 meningkat menjadi 94 persen sehingga membatasi ekspansi kredit perbankan. Kedua, persyaratan kredit perbankan seperti agunan, rekam jejak dan perjanjian pemberian kredit masih sulit dipenuhi oleh UMKM.
Keberadaan perbankan di Indonesia sejauh ini dinilai masih terbatas menghimpun dan menyalurkan pendanaan kepada masyarakat. Namun, belum semua kalangan bisa mendapat dan menerima layanan jasa keuangan yang diberikan perbankan. Diharapkan otoritas dan industri perbankan dapat duduk bersama untuk kembali bagaimana caranya menambah jumlah masyarakat/ pelaku usaha dari ‘unbanked’ menjadi ‘bankable’. (**)
Penulia adalah Wakil Ketua Kadin Sumut Bidang Perbankan
Discussion about this post