JAKARTA, Waspada.co.id – Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai wajar jika PKS kecewa dengan hasil pemilihan wakil gubernur DKI Jakarta yang memenangkan kader Gerindra Riza Patria. Mengingat ada harapan, Gerindra awalnya mau berbagi kursi dalam memimpin Ibu Kota.
“Secara politik kekecewaan PKS beralasan, karena bagaimanapun komposisi kemenangan Anies seharusnya memang berbagi dengan PKS,” kata Dedi kepada merdeka.com, Selasa (7/4).
Dia membenarkan bahwa pilihan politik PKS sebagai oposisi turut melemahkan daya tawar PKS dalam pemilihan wakil gubernur DKI Jakarta. “Komposisi oposisi terlanjur rendah, jadi memang menyulitkan secara kekuatan,” ujarnya.
“Tetapi cukup berpeluang jangka panjang, di mana publik akan menilai konsistensi oposisi mengawal pemerintah. Sehingga keuntungan politis itu mengemuka di pemilihan mendatang,” imbuh Dedi.
Dalam pandangan dia, dengan berubahnya peta dukungan wagub ke Gerindra, memungkinkan adanya agenda politik Gerindra untuk kembali mengusung Prabowo Subianto pada Pilpres 2024. “Dan Anies dianggap mengkhawatirkan karena miliki lonjakan elektabilitas,” terang dia.
Koalisi PKS-Gerindra, tentu bakal terganggu setelah terpilihnya Riza Patria sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. “Dan kondisi di Jakarta punya peluang mempengaruhi politik Nasional. Hal ini bergantung bagaimana Gerindra menghormati mitra koalisinya, jika salah langkah bisa saja PKS justru merapat ke Anies dengan janji dukungan 2024, tentu dengan syarat jika Prabowo maju kembali di Pilpres,” lanjut dia.
Bersatunya PDIP-Gerindra di DKI, kata Dedi, tidak serta merta memberikan angin segar bagi Anies dalam konteks Pilpres 2024. Sebab jika dua partai ini akhirnya memutuskan berkoalisi di pilpres 2024, potensi Anies untuk diusung justru minim.
“Untuk saat ini, kecil kemungkinan PDIP menjadikan Anies sebagai tokoh penting di 2024, PDIP tetap lebih tertarik mengusung kader sendiri. Justru jika peluang PDIP-Gerindra bersatu, maka semakin kecil potensi keterusungan Anies,” tegas dia.
Meskipun demikian, pemerintahan Anies di DKI saat ini, bakal mendapatkan dukungan politik dari PDIP. Juga fraksi-fraksi yang memilih Riza Patria. “Tentu saja (Anies dapat dukungan politik), itu bagian dari bargaining power di parlemen,” ujar dia.
Tetapi hal tersebut sebenarnya tidak akan terlalu berdampak banyak. Sebab sejauh ini pengeritik Anies yang paling keras adalah PSI.
“Rasanya pengkritik Anies paling kuat sejauh ini hanya PSI, sementara yang lain lebih cair. Jadi, ke depan pun akan tetap saja, kecuali PSI beralih memihak Anies,” jelasnya.
Koalisi PKS-Gerindra Akan Sulit Dipertahankan
Sementara Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies Jerry Massie mengatakan, perceraian politik antara partai yang berkoalisi merupakan hal yang lumrah terjadi. Retaknya kongsi PKS-Gerindra tampak ketika Gerindra merapat ke pemerintah.
“Pengkhianatan politik hal yang lumrah. Kadang terjadi perceraian dan perkawinan politik. Padahal PKS dan Gerindra saya nilai koalisi abadi tapi yang membuat retak saat Gerindra merapat ke koalisi pemerintah,” ujar dia saat dihubungi Merdeka.com.
Dalam pandangan dia, koalisi PKS-Gerindra akan sulit dipertahankan. Koalisi dua partai ini kemungkinan hanya akan bertahan hingga pilkada serentak 2020.
Selain itu, masuknya Riza Patria sebagai Wagub DKI, kata dia, bisa dilihat sebagai skenario Gerindra untuk memperkuat basis Jakarta untuk pilpres 2024 mendatang
“Bisa jadi (tetap berkoalisi) di pilkada-pilkada tapi untuk pilpres agak berat. Paling tidak jika Prabowo running ada pilpres 2024 maka dipastikan koalisi Gerindra-PDIP ditambah Golkar,” kata Jerry.
Tak dapat dipungkiri bahwa kemenangan Riza atas Nurmansjah Lubis sendiri, merupakan buah atas kuatnya pengaruh politik Gerindra ketika lobi. “Saya lihat Riza menang lantaran lobi mainstream yang cukup kuat beda dengan PKS yang sudah tak punya political influence atau pengaruh politik,” ungkapnya. (merdeka/ags/data3)
Discussion about this post