
JAKARTA – Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono menyebut penerapan kebijakan herd immunity tak cocok untuk dilaksanakan di Indonesia terkait penanganan virus corona atau Covid-19.
Pasalnya, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai ratusan juta, dikhawatirkan nantinya malah menambah kasus kematian di Tanah Air.
Diketahui, Herd immunity merupakan cara untuk menjaga kekebalan kelompok. Wacana tersebut sempat menimbulkan protes keras dari sejumlah kalangan termasuk dari para ilmuwan. Sebagian orang beranggapan herd immunity bukanlah ide yang baik, bahkan dapat meningkatkan jumlah korban jiwa secara drastis.
“Penduduk kita kan banyak banget. Sampai kapan mau semuanya sebagian besar terinfeksi? Artinya, nanti yang sebagian (terpapar Covid-19) itu juga meninggal. Jadi tidak mungkin (herd immnunity diterapkan di Indonesia),†kata Pandu kepada Okezone, Jumat (22/5/2020).
Menurut dia, dari seluruh negara di dunia, hanya Swedia yang nekat menerapkan kebijakan herd immnunity tersebut. Namun, pada akhirnya mereka pun menyesal lantaran keputusan itu mengakibatkan sekira 5.000 warganya meninggal dunia.
“Tidak ada negara yang mau mempraktekkan herd immunity, kecuali Swedia dan akhirnya menyesal,†ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, senyawa yang terkandung dalam virus corona itu mudah bermutasi. Alhasil, akan sia-sia bila tetap memaksakan herd immunity di Indonesia.
“Virus ini mudah bermutasi. Jadi dia kebal terhadap virus sekarang, kalau bulan depan sudah tidak dikenali sama imunitas, sama saja, tidak ada gunanya. Karena dia hanya memberikan imunitas terhadap virus yang lama,†kata dia.
Seperti diketahui, herd immunity adalah ketika sebagian besar populasi kebal terhadap patogen, sehingga penularan tidak terjadi secara luas. Contohnya, untuk membatasi penyebaran campak, para ahli memperkirakan bahwa 93% hingga 95% dari populasi harus kebal.
Discussion about this post