JAKARTA, Waspada.co.id – Wakil Ketua Komisi II, Arwani Thomafi, mengatakan masa jabatan ketua umum partai politik memang sudah selayaknya dibatasi. Dengan demikian terjadi sirkulasi elite di tubuh parpol.
Sebagai contoh dia menyebutkan jabatan presiden dan wakil presiden. Konstitusi membatasi agar jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua periode. Tentu ada semangat regenerasi di balik hal tersebut.
“Kalau kita lihat dalam konstitusi itu ada pembatasan masa jabatan presiden dan wapres dua periode dengan alasan agar terjadi sirkulasi kepemimpinan,” kata dia, Jumat (22/5).
Menurut politikus PPP ini, semangat itulah yang perlu diadopsi oleh partai politik. Mengingat partai politik merupakan sebagai tulang punggung demokrasi.
“Nah, spirit konstitusi itu memang mestinya diadopsi oleh parpol yang merupakan entitas penting dalam demokrasi,” tegas dia.
“Bahkan di beberapa ormas, juga ada pembatasan masa jabatan ketua umum. Sudah saatnya regenerasi dalam politik itu dijalankan juga oleh partai politik,” tandas dia.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, mengatakan jika Indonesia ingin melakukan demokratisasi di tubuh partai politik, maka perlu ada hal-hal dalam partai politik yang mesti diatur oleh hukum. Salah satunya terkait dengan masa jabatan ketua umum partai.
“Kalau kita mau melakukan demokratisasi partai politik, pilihannya dua: semua diatur oleh UU agar partai politik kemudian bisa demokratis. Atau semua diserahkan kepada partai politik atau separuh separuh, wilayah mana yang bisa diatur mana yang tidak bisa diatur,” kata dia, dalam diskusi daring, Selasa (19/5).
Menurut dia, sejumlah jabatan seperti kepala daerah hingga presiden diatur jangka waktunya. Namun, tidak demikian dengan jabatan ketua umum partai. Dalam pandangan dia, masa jabatan Ketua Umum partai juga perlu diatur sehingga ada sirkulasi elite di internal partai politik.
“Contoh pemilihan Ketua Umum partai politik berapa periode misalnya. Semua ada pembatasan. Gubernur, bupati, wali kota, presiden dibatasi, tetapi partai politik tidak pernah dibatasi sehingga yang terjadi adalah hampir dipastikan partai yang tidak pernah mengalami sirkulasi elite terutama jabatan ketua umum pasti tidak demokratis partainya. Pasti one person show,” terang dia.
Menurut dia, perlu komitmen untuk mendorong demokratisasi di partai politik. Termasuk dengan membatasi masa jabatan Ketua Umum. “Kalau kita berani kita batasi misalnya jabatan ketua umum partai politik maksimal dua periode saja,” ujar dia.
“Walaupun saya tahu ada partai yang pasti akan menolak. Jadi susahnya kita ini membuat UU Pemilu dan partai politik itu disesuaikan dengan kondisi masing-masing partai politik,” tutup dia. (merdeka/ags/data2)
Discussion about this post