JAKARTA, Waspada.co.id – Amerika Serikat dan Israel mulai bersitegang. Ketegangan itu disebabkan sejumlah isu mulai pertentangan soal Iran hingga konsulat Yerusalem belakangan ini.
Pertemuan tertutup adalah frasa yang banyak muncul dalam percakapan antara pejabat senior AS dan Israel akhir-akhir ini. Di situlah kedua belah pihak ingin menyelesaikan perselisihan.
Sejauh ini, strategi itu berhasil memperbaiki struktur hubungan diplomatik antara Partai Demokrat AS dengan pemerintah Israel, yang berselisih selama bertahun-tahun.
Mantan Presiden AS, Barack Obama dan eks Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berulang kali bersitegang di depan umum.
Namun, terlepas dari perbedaan ideologis mereka, Presiden Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett telah memproyeksikan persekutuan yang ramah dan bersatu.
Pengamat Kebijakan Timur Tengah dari Institut Washington, David Makovsky, mengatakan Biden dan pemerintahan Israel akan memiliki hubungan yang mendalam.
“Biden, saya pikir itu sangat mendalam dengannya, mengingat komitmen bersejarahnya kepada Israel, dan juga tidak ingin terulangnya tahun-tahun Obama,” kata Makovsky melansir dari Jerussalem Post.
Begitu pula dengan Bennett dan Menteri Luar Negeri Yair Lapid, mereka tidak ingin mengulangi masa saat Netanyahu memimpin.
Namun, serangkaian masalah mulai mencuat selama beberapa bulan terakhir, dan mengancam hubungan diplomatik mereka.
Berikut adalah isu-isu yang dapat mendorong gesekan antara kedua negara.
1. Nuklir Iran
Pekan ini pertemuan soal Rencana Aksi Komprehensif Gabungan terkait kesepakatan Nuklir 2015 kembali dilanjutkan di Wina.
Saat AS di bawah pemerintah Donald Trump, mereka menarik dari dari pakta Nuklir itu. Washington juga menjatuhkan sejumlah sanksi kepada Iran.
Tak lama usai AS keluar, Iran mangkir dari kesepakatan nuklir itu dengan meningkatkan pengayaan uranium.
Biden berupaya memasuki kembali kesepakatan itu, sementara Bennett dan Lapid skeptis. Namun, ia bersedia menunggu langkah pemimpin AS tersebut menegosiasikan persyaratan yang lebih baik dengan Iran.
Para pejabat Israel meyakini Iran hanya beberapa pekan lagi bisa membuat senjata nuklir.
Negara ini melakukan pengayaan uranium hingga 60 persen dan mendekati 90 persen, angka yang dibutuhkan untuk persenjataan nuklir.
Pekan ini, Axios melaporkan, Israel memperingatkan Amerika Serikat bahwa Iran berada di ambang pengayaan 90 persen.
Makovsky mengatakan tindakan Iran bisa memicu sejumlah pertimbangan dari Amerika Serikat dan Israel yang mengarah pada konfrontasi antar sekutu.
“Saya pikir hubungan AS-Israel akan diuji dalam hal bagaimana masing-masing pihak menanggapi ketidakpastian ini,” lanjut Makovsky.
2. Pemukiman di Tepi Barat
Israel mengumumkan akan membangun 3.000 pemukiman di Tepi Barat. Pada 26 Oktober lalu, Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz, melakukan panggilan via telepon ke pejabat AS.
Ada seorang pejabat Kementerian Luar Negeri AS marah dengan tindakan Israel. Beberapa pemukiman terletak di koridor “E1” koridor yang memisahkan pemukiman Maaleh Adumim dari Yerusalem. Bagi warga Palestina, wilayah tersebut juga penting.
Seorang pejabat Israel menyebut AS memberi mereka kartu kuning, dalam panggilan telepon itu.
Dengan kata lain, pernyataan Blinken hanyalah peringatan, bukan sinyal status quo baru dalam hubungan AS-Israel.
3. Organisasi Palestina yang Dilabeli Israel Teroris
November lalu, Gantz menunjuk enam organisasi hak asasi manusia Palestina terkemuka yang beroperasi di Tepi Barat sebagai kelompok teroris.
Penunjukan itu akan memungkinkan pemerintah Israel melarang grup tersebut, meskipun belum jelas apakah pemerintah telah mengambil langkah-langkah demikian.
LSM tersebut, menurut Gantz, berafiliasi dengan pasukan Pembebasan Palestina, yang ditetapkan oleh Kementerian Luar Negeri Israel sebagai kelompok teroris.
Tindakan itu memicu kecaman dari komunitas internasional, tak terkecuali AS. Pemerintahan Biden juga mengatakan pihaknya lengah dengan penunjukan tersebut.
Para pejabat Israel mengaku AS sudah diberitahu sebelumnya dan informasi intelijen soal kelompok-kelompok itu juga dibagikan.
Tindakan itu memicu kecaman dari komunitas internasional, tak terkecuali AS. Pemerintahan Biden juga mengatakan pihaknya lengah dengan penunjukan tersebut.
Para pejabat Israel mengaku AS sudah diberitahu sebelumnya dan informasi intelijen soal kelompok-kelompok itu juga dibagikan.
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, telah memberi isyarat bahwa pemerintahan Biden masih kurang yakin dengan intelijen apa pun yang ditawarkan Israel. Dia justru menyatakan dukungannya untuk LSM Palestina.
“Minggu ini, saya berkesempatan bertemu dengan para pemimpin masyarakat sipil di Ramallah,” kata Thomas-Greenfield di Twitter pada 20 November setelah kunjungan ke Israel dan Tepi Barat.
“Saya terinspirasi oleh pekerjaan mereka untuk memajukan demokrasi, hak asasi manusia, dan peluang ekonomi bagi rakyat Palestina. Kami mendukung peran LSM Palestina dalam memantau pelanggaran hak asasi manusia di mana pun itu terjadi.”
Thomas-Greenfield mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB, serangan pemukim menciptakan situasi keamanan yang serius bagi warga Palestina. Ia juga mengaku telah membicarakan dengan pejabat Israel.
4. Konsulat Yerusalem
Biden menyuarakan kembali konsulat AS di Yerusalem, yang merupakan tempat hubungan AS-Palestina, sebelum Trump menutup pada 2019.
Baik Bennett dan Lapid, telah mengatakan itu tidak boleh terjadi.
Pemerintahan Biden mengatakan pihaknya bertekad memenuhi janji itu, yang dipandang sebagai kunci untuk menghidupkan kembali pembicaraan damai Israel-Palestina menuju soal solusi dua negara.
Lapid berusaha meyakinkan rekannya,Blinken, masalah tersebut bisa membahayakan pemerintah Bennett dan dirinya.
Pembukaan konsulat mungkin tak bisa terealisasi tanpa persetujuan eksplisit Israel. Memberikan persetujuan akan membuat Tel Aviv mengakui klaim Palestina atas kota Yerusalem.
Para pejabat Israel mengatakan sedang mencari jalan keluar yang akan menyelamatkan kedua belah pihak. Salah satunya, mungkin dengan membuka konsulat di daerah Tepi Barat yang tidak dilihat sebagai Yerusalem.
5. Mata-mata
Pemerintahan Biden memberikan sanksi kepada dua perusahaan spyware Israel, NSO dan Candira, pada Desember ini.
Menurutnya, pemerintah yang represif menggunakan alat untuk mengancam tatanan internasional berbasis aturan.
Apple menggugat NSO karena menjual spyware peretasan ponselnya kepada pemerintah yang menggunakan untuk memata-matai para aktivis dan jurnalis.
Biden menginginkan jawaban atas tindakan Israel. Namun demikian, mereka tak mengambil sikap terhadap pemerintah Israel di masa mendatang.
“Kami menantikan diskusi lebih lanjut dengan pemerintah Israel untuk memastikan bahwa produk perusahaan-perusahaan ini tidak digunakan untuk menargetkan pembela hak asasi manusia, jurnalis, dan orang lain yang tidak seharusnya menjadi sasaran,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Ned Price.
6. Isu China
Satu masalah yang telah merebak dari pemerintahan Trump hingga pemerintahan Biden: meningkatnya perdagangan Israel dengan China.
Seperti Trump, Biden juga waspada terhadap ancaman yang dia lihat sebagai peningkatan perang China dan bersiap untuk menghadapi negara itu.
Sampai sekarang, dia sedang mempertimbangkan boikot diplomatik terhadap Olimpiade tahun depan di Beijing.
Baik pemerintahan Biden maupun Trump berharap Israel, sebagai sekutu, membatalkan hubungan dengan China. Terutama di bidang infrastruktur yang berisiko memperlihatkan teknologi AS.
Namun Israel belum mengubah arah kebijakan. Pada bulan Oktober saja, Israel menolak menandatangani pernyataan PBB yang mengutuk perlakuan China terhadap Uighur.
Isu soal China juga mungkin merupakan isu yang paling sensitif saat Lapid dan Blinken bertemu.
“Pentingnya China bagi ekonomi Israel sangat besar, dan kami harus menemukan cara membahas masalah ini dengan cara yang tidak merugikan kepentingan Israel,” kata seorang pejabat yang dekat dengan Lapid saat itu. (wol/cnn/ril/data3)
Discussion about this post