JAKARTA, Waspada.co.id – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan intensifikasi pengawasan pangan pada Ramadhan menjelang Idul Fitri 2022. Hasilnya memperlihatkan terjadi penurunan persentase sarana dan jumlah produk Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK).
Kepala Badan POM Penny Kusumastuti Lukito menyebut, produk TMK menurun sebesar 8,63 persen. Pada 2021 mencapai 40,28 persen, kini menjadi 31,65 persen.
“Berdasarkan hasil pelaksanaan intensifikasi pengawasan pangan pada bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri 2022 yang dilaksanakan sampai dengan 17 April 2022, Badan POM masih menemukan produk pangan olahan terkemas yang TMK di sarana peredaran,” katanya dalam konferensi pers, Senin (25/4).
Menurutnya, penurunan temuan produk TMK ini berkat kerja sama lintas sektor terkait. Seperti melalui Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), Program Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), Program Pasar Aman Berbasis Komunitas, serta pendampingan kepada pelaku usaha di sarana produksi dan peredaran.
Intensifikasi pengawasan pangan dilakukan sejak 28 Maret 2022 dan ditargetkan berakhir pada 6 Mei 2022. Intensifikasi pengawasan pangan tahun ini dilakukan baik secara mandiri oleh 73 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM yang tersebar di seluruh Indonesia, maupun secara terpadu bekerja sama dengan perangkat daerah.
Penny menjelaskan bahwa target intensifikasi pengawasan difokuskan pada pangan olahan terkemas TMK, yaitu pangan olahan Tanpa Izin Edar (TIE)/ilegal, kadaluarsa, dan rusak di sarana peredaran, seperti importir, distributor, ritel, pasar tradisional, para pembuat atau penjual parsel, dan gudang e-commerce.
Dari 1.899 sarana peredaran yang diperiksa, terdapat 601 atau sekitar 31,65 persen sarana peredaran yang TMK karena menjual produk pangan rusak, kadaluarsa, dan TIE. Terdiri dari 576 sarana ritel, 22 distributor, 2 gudang e-commerce, dan 1 importir.
Total temuan pangan TMK sebanyak 2.594 produk dengan jumlah keseluruhan 41.709 buah yang diperkirakan memiliki total nilai ekonomi mencapai Rp470.000.000. Dari total temuan, TMK terbesar adalah pangan kadaluarsa yaitu sebanyak 57,16 persen yang ditemukan di wilayah kerja UPT di Manokwari, Kepulauan Tanimbar, Ambon, Manado, dan Rejang Lebong.
Sedangkan pangan TIE sebanyak 37,80 persen yang ditemukan di wilayah kerja UPT Makassar, Tarakan, Bandung, Palembang, dan Rejang Lebong. Hasil pengawasan juga menemukan produk pangan rusak sebanyak 5,03 persen yang ditemukan di wilayah kerja UPT di Manokwari, Ambon, Baubau, Yogyakarta dan Banyumas.
Lima jenis pangan TIE terbanyak yang ditemukan adalah Bahan Tambahan Pangan (BTP), bumbu siap pakai, makanan ringan ekstrudat, minuman berperisa, dan minuman serbuk kopi. Sementara lima jenis temuan pangan kadaluwarsa terbanyak adalah bumbu siap pakai, minuman serbuk kopi, minuman serbuk berperisa, biskuit, dan produk bakery.
Sedangkan untuk pangan rusak yang paling banyak ditemukan adalah Susu Kental Manis (SKM), saus, ikan dalam kaleng, susu Ultra High Temperature (UHT)/susu steril, dan biskuit.
Menindaklanjuti temuan-temuan tersebut, Badan POM akan melakukan pembinaan dan memberi peringatan kepada pelaku usaha di sarana peredaran, memerintahkan distributor untuk melakukan pengembalian produk kepada supplier, serta perintah pemusnahan terhadap produk yang rusak dan kadaluarsa.
“Untuk temuan produk TIE, Badan POM akan melakukan pengamanan produk. Badan POM juga siap untuk memberikan bimbingan dan memfasilitasi pelaku usaha untuk memproses pendaftaran produk pangan olahannya,” katanya.
Badan POM mengaku berkomitmen untuk mengawal keamanan pangan dan nutrisi untuk meningkatkan kualitas hidup dan melindungi kesehatan masyarakat terutama selama bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri 2022. Dia mengimbau pelaku usaha pangan untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masyarakat juga diingatkan untuk menjadi konsumen yang cerdas dengan melakukan ‘Cek KLIK’ (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kadaluarsa sebelum membeli atau mengonsumsi pangan olahan. (wol/merdeka/ril/d2)
Discussion about this post