Setelah satu bulan penuh menunaikan puasa Ramadhan, umat Islam merayakan Idul Fitri, umat muslim di Indonesia biasa melakukan tradisi halal bihalal.
Tradisi Halal Bihalal ini dilakukan sebagai ajang silaturahmi dan momen saling memaafkan satu sama lain.
Tradisi Halal Bihalal ini sebenernya hanya dilakukan oleh umat muslim di Indonesia. Umat muslim di negara lain tidak mengenal tradisi halal bihalal.
Melansir website NU Online pada Senin, 9 Mei 2022, K. H Wahab Chasbullah, seorang ulama besar Nahdlatul Ulama menjadi pelopor tradisi halal bihalal di Indonesia.
Bermula pada tahun 1948, ketika Presiden Soekarno memanggil Kiai Wahab ke Istana Negara untuk dimintai pendapat dan sarannya dalam mengatasi situasi politik Indonesia yang saat itu sedang tidak baik.
Kiai Wahab Chasbullah memberi saran ke Bung Karno untuk mengadakan silaturahmi karena saat itu, umat Islam akan merayakan Idul Fitri. Bung Karno menjawab bahwa silaturahmi hal biasa dan ia ingin istilah yang lain.
“Itu gampang. Begini, para elit politik tidak mau bersatu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak dosa, harus dihalalkan,”
“Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling memaafkan. Sehingga silaturahmi nanti kita pakai istilah halal bihalal,” kata Kiai Wahab Chasbullah, seperti diceritakan KH Masdar Farid Mas’udi.
Atas saran Kiai Wahab, Bung Karno mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara usai Hari Raya Idul Fitri untuk menghadiri silaturahmi yang diberi nama halal bihalal. Sejak itu, halal bihalal lekat dengan tradisi umat Islam di Indonesia.
Kini, halal bihalal yang dilakukan di Indonesia tidak sekadar dimaknai sebagai silaturahmi, tapi juga momen saling memaafkan.
Setiap orang yang memiliki salah dan dosa untuk meminta maaf ke orang yang pernah disakiti. Dengan begitu, setiap muslim akan kembali ke jiwa yang suci tanpa noda bekas luka di hati.
Sementara itu, sumber lain mengatakan jika konon, tradisi halal bihalal dirintis oleh Mangkunegara I atau Pangeran Sambernyawa.
Usai salat Idul Fitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.
Pangeran Sambernyawa melakukan hal tersebut untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya. Di budaya Jawa, seseorang yang sungkem kepada orang yang lebih tua melambangkan penghormatan dan permohonan maaf.(hops/wol/w1n)
Discussion about this post